Translate

Selasa, 16 Juni 2015

Jenis-jenis Pelapis Tas





Sebagai penjual, kita harusnya memahami product knowledge dari barang yang kita jual. Termasuk di dalamnya cara pakai, alat penunjang untuk pemakaiannya, serta kelebihan dan kekurangannya. Hal ini akan membantu sekali pembeli newbie, yang baru terjun di ranah itu untuk memutuskan membeli barang sesuai dengan yang mereka butuhkan.

Sebagai pembeli, aku beberapa kali kecewa karena saat membeli sebuah barang, seorang penjual tak hanya bermimik datar, tapi juga tak tahu kegunaan alat itu dan bagaimana cara pakainya. Kalau menemui hal semacam itu, langkah pertama yang bisa kita ambil sebagai pembeli adalah maklumi saja. Karena penjual belum tentu pelaku di industry itu yang tahu cara pakai alat tersebut. Apalagi kalau penjualnya itu SPG baru. Kedua, jangan sampai mati gaya, tanyalah pada Om Gugel—atau “Om-om’ lain yang berbaik hati menyediakan seabrek informasi di era teknologi sekarang ini--atau pakai cara konvensional; baca buku atau  tanya teman-teman yang lebih berpengalaman.

Belajar dari dua posisi di atas, berikut aku sarikan ‘product knowledge’ dari bahan pelapis yang sebagian besar aku jual di fanpage Ayaran Craft. Selain rivet/paku keling dengan berbagai macam variannya, bahan pelapis adalah produk yang menempati FAQ (Frequentlly Asked Questions) tertinggi. Semua karakter masing-masing bahan pelapis (interlining) yang kutulis di bawah ini kusarikan berdasarkan pengalaman. Baik itu aku sendiri yang mengerjakan atau oleh tukang tasku.
Berikut bahan pelapis yang masih dan pernah kugunakan.
1      1.  Busa Lapis
2.    2.   Busa Ati
3.    3.   Busa polyfoam
4.   4.     Busa Teri
5.    5.   Dakron press
6.   6.     Dakron/silikon lembaran
7.  7.      Kain keras (t103)
8.  8.      Stapleks (M33)
9.   9.     Vislin
1  10.  Pelon
       11. Laken
1  12.   Flannel
1   13.   Karton
1  14.   Kulit sintetis/spon

1.       Busa Lapis
Busa lapis menempati urutan pertama karena dia yang lebih mudah kita temui di sekitar. Teksturnya busa dengan serat rapat di satu sisi dan sisi lainnya ada semacam ‘lapisan/kain’. 
·         Cara menjahitnya sisi yang tidak ada lapisannya bertemu dengan sisi buruk kain. Lapisan ini berfungsi juga sebagai lining, sehingga tak perlu diberi lining (lapisan dalam) lagi pun tak apa-apa. Bisa dijahit di pinggir sehingga saat memotong pola termasuk kampuh (jarak antara tepi bahan dan benang jahitan). Untuk yang luasan lebih luas, sebaiknya dijahit tindas (quilt)
·         Penggunaannya bisa kita temukan di sarung bantal, tutup kulkas, tutup galon, atau pouch. Ada berbagai macam ketebalan yang sesuai dengan produk yang kita hasilkan. Misal untuk tutup kulkas, bisa dengan ketebalan 4 mm.  Untuk pouch atau tas bisa dengan ketebalan 5 mm atau di atasnya. Terserah.
·         Kekurangannya, untuk pemakaian lama dan dicuci berkali-kali, dia bisa menjadi kempes.
·         Kisaran harga 10 ribu ke atas per meter sesuai ketebalan dan tokonya. Lebar 1,5 m.

2.       Busa Ati
Teksturnya sama dengan sandal, kenyal dan padat. Ada berbagai macam ketebalan. Ada yang berwarna hitam dan dijual dalam bentuk potongan dengan ukuran tertentu, ada warna putih dan dijual gulungan/ meteran. Hanya, untuk yang berwarna hitam biasanya ketebalannya tidak merata. Ada sebagian yang lebih tipis dan sebagian yang lebih tebal. Sedangkan yang putih, ketebalannya lebih merata.
Busa ati dengan anti slip di satu sisinya biasanya digunakan sebagai bahan pembuat slipper seperti yang biasa kita temui di sandal hotel.
·         Cara menjahitnya, untuk yang tipis bisa dijahit termasuk kampuh. Untuk yang tebal, dijahit di dalam kampuh. Sebaiknya dilem dulu dengan lem bening (aibon dsb) baru dijahit. Menjahitnya bisa dengan roller foot atau jika dengan sepatu biasa, lapisi atas/bawah busa ati dengan kertas koran agar tidak seret. JIka tak ingin mengelem, bisa langsung dijahit system sandwich (outer, interlining, lining) tapi kampuh lalu ditutup dengan bisban. Semua tergantung penempatan.
·         Penggunaan bisa untuk bagian badan tas, alas tas, flap (tutup), atau handle. Pada backpack serut Sak Telu, Ayaran menggunakan busa ati 2 mm untuk alasnya. Busa ati 2 mm juga digunakan sebagai interlining di handle backpack Ranu. Sedangkan busa ati 1 mm digunakan di flap tas Layang.
·         Kisaran harga 10 ribu ke atas per meter tergantung ketebalan dan tokonya. Lebar 1,4 m

3.       Busa polyfoam
Kita biasa mendapati busa jenis ini untuk peredam gesekan di furniture kayu yang kita beli yang bisa di-breakdown. Permukaan mengkilat dan licin, membentuk semacam gelombang-gelombang tak kentara seperti di permukaan asbes. Ada beberapa ketebalan. Busa polyfoam lebih kenyal daripada busa ati dan dia patah jika dijahit.
·         Cara menjahitnya dengan system sandwich, tapi dia tidak termasuk kampuh. Jadi sisa kampuh outer dan lining harus ditutup dengan bisban. Atau jika tak memakai bisban, dia diselipkan ke dalam setelah outer dan lining dijahit dan dibalik ke sisi baiknya.
·         Biasa dipakai sebagai interlining handle tas ransel.
·         Kisaran harga 10 ribu ke atas tergantung ketebalan dan tokonya.

4.       Busa Teri
Teksturnya mirip busa lapis, tapi lebih awet dari sifat kempes setelah pemakaian lama. Ada semacam lapisan kain di satu sisinya, sehingga bisa langsung berfungsi sebagai lining. Jika busa lapis berwarna krem putih, busa teri berwarna hitam.
·         Cara menjahitnya, seperti busa lapis.
·         Penggunaan biasanya untuk lapisan di tas ransel sebagai bantalan bagian punggung , atau kantung laptop. Juga sebagai lapisan tas laptop tanpa harus memakai lining lagi.
·         Kisaran harga 10 ribu ke atas tergantung ketebalan dan tokonya.

5.       Dakron press
Dakron yang dipres, dengan berbagai macam ketebalan dan tekstur. Ada yang halus, ada yang kaku. Dakron pres yang halus dengan ketebalan tipis sekitar 3 mm teksturnya mirip laken dan flannel. Dengan sifat lebih melar daripada keduanya. Warnanya putih.
·         Cara menjahitnya bisa dengan system sandwich. Untuk membuat pouch, dia tak perlu dijahit tindas. Tapi untuk lining tas sebaiknya dijahit tindas agar lebih menyatu dengan lining dan outer.
·         Sebagai interlining tas, dia memberi efek bervolume, tapi lemas, tidak ‘membentuk’. Cocok untuk model simple sling bag. Atau backpack anak-anak yang ingin kelihatan ‘berisi’ tapi cukup ringan dan tipis.
·         Harga kisaran 25 ribu ke atas per meter tergantung ketebalan, import atau lokal, dan tokonya.
To be continuedJ

Rabu, 03 Juni 2015

Trik Sederhana Seharga Tiga Ratus Tujuh Puluh Lima Ribu



Salah satu hikmah silaturahmi adalah memperpanjang rejeki. Silaturahmi yang kumaksudkan di sini bukan dalam konteks agama yang makna sebenarnya menyambung tali persaudaraan antar saudara sekandung (satu rahim) yang terputus melainkan lebih ke pertemanan secara umum.

Salah satu ‘satu rahimku’ adalah komunitas Crafter Depok yang awal berdirinya berasal dari dua ‘kubu’ komunitas Crafter yang punya cukup taring waktu itu (sekitar 2010-an); Indonesian Crafter dan Ibu-ibu Hobi Craft. Persamaan visi dan misi menjadikan kami erat bergandengan hingga kini. Tak peduli media apa yang menjadi ruahan ekspresi seni kami.

Geliat medsos yang makin genit membuat pelaku craft semakin meroyak. Termasuk pelaku-pelaku bisnis handycraft/handmade yang melirik komunitas-komunitas craft sebagai sumber mencari produk-produk bagus berkualitas dan jelas unik. Pun, menjadikan pelaku handmade newbie sebagai pangsa pasar yang prospektif untuk digarap. Ketertarikan crafter kawakan maupun ‘crafter bisnisman’ menjadikan event-event workshop (kursus singkat) mekar bersemi bagai bunga matahari di jam sembilan pagi. Mekar, indah, menarik untuk diikuti. Ayaran Craft, termasuk salah satu pelaku jasa workshop sekitar setahun ini. Meski idenya sendiri sudah berbenih sejak 2008.

Beberapa teman, ada yang mengaku lebih mudah menerima ilmu dengan mengikuti berbagai workshop. Meski skill dia sebenarnya sudah cukup untuk mendedah pola dan mengeksekusi bahkan membuka workshop sendiri. Nah, dari hikmah silaturahmi inilah muncul ide utama tulisan ini, berbagai macam workshop yang pernah dia ikuti.
Jenis yang pertama, murni bisnis. Jika mengikuti workshop jenis ini, yang langsung jelas kelihatan adalah harganya yang mahal. Meski, soal harga workshop sendiri pasti tiap penyelenggara sudah mempunyai hitungannya. InshaAllah nanti saya tulis topik khusus tentang ini. Sebelumnya, mari kita sepakati bersama bahwa harga mahal dan murah itu memang relative, tapi ada standar khusus yang bisa kita jadikan titik ukur di sini. Misal jenis bahan. Linen import dan kanvas tentu beda, sebagaimana katun jepang tentu berbeda harga dengan katun lokal.

Sebenarnya kalau dibilang murni bisnis tidak tepat juga sih, karena jiwa bisnis sebenarnya bukan hanya short terms, mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya sesaat, tapi juga long terms; Good relationship dengan pelanggan.

Contoh kasus workshop jenis ini adalah seperti cerita teman, WS membuat pouch dengan harga  dua ratus dua puluh lima ribu, dengan model sederhana, dan ternyata tidak pakai bahan pelapis. Si teman--sebut saja D--yang memang iseng ingin tahu karakter pemberi WS tentu kecewa.  Meski niatnya hanya ingin merasakan WS sama si A, tapi sebagai crafter lawas yang sudah pintar dan tahu berbagai macam bahan dia merasa lebih kecewa. Terlalu hitung-hitungannya si pemberi WS selain dinilai dari teknisnya (bahan dll) juga dirasakan dari jam WS yang dimulai jam 13.00 (sehingga tak perlu menyediakan makan siang),  snack disediakan di piring pas dua biji untuk tiap orang, dan air minum yang dibatasi.

Jenis kedua, bisnis dan kekeluargaan. Ini tengah-tengah. Ayaran Craft memposisikan diri di sini. Ada hitung-hitungan harga dan keuntungan yang harus didapat, tapi juga tak terlalu strict atau pelit soal memberi ilmu dan konsumsi. Bahkan pada beberapa kasus, Ayaran Craft membebaskan semua biaya, termasuk bahan, sharing ilmu, dan konsumsi.

Terlalu strict soal ilmu misalnya, setelah WS model satu, si pelanggan tak boleh konsultasi model yang lain. Di Ayaran Craft seorang pelanggan yang pernah WS satu model tas, saat dia datang ke bengkel untuk membeli bahan,--ya, Ayaran juga menyediakan aksesoris dan bahan ws terutama tas handmade—dia bebas konsul soal model tas lainnya. Hanya, memang untuk membagi tutorial dan tricks n tips di akun medsos  Emak Ayaran masih belum bisa bebas terkendala urusan domestik lainnya.

Salah satu contoh lagi pemberi WS jenis ini lokasinya di Cibubur. Emak Ayaran pernah menimba ilmu di sana dengan seorang sensei ‘import’ dari Jepang (J) dan beberapa kali membeli barang di toko onlinenya. Harga WS yang dipatoknya memang relative mahal. Tapi, kata orang Jawa, ono rego ono rupo, ada harga ada kualitas. Salah satunya adalah karena bahannya yang import punya. Secara bisnis, itung-itungannya dapat. Kalau tidak salah tahun ini si MC ini (nggak usah sebut nama pasti udah pada tahu dong… hehe) ulang tahun ke lima. Kekeluargaannya pun dapat karena si Mbak pemilik n partner orangnya baik.

Jenis ketiga, lebih banyak porsi sosialnya. Nah, kata teman pemberi WS juga, jenis ketiga ini merusak harga pasaran WS. Beliau bertandang ke bengkel Ayaran Craft untuk membeli bahan pelapis tas. Ngobrol-ngobrol sampai ke hot issue seorang pelaku handmade sekaligus pemberi WS yang melakukan pembohongan publik dengan foto-foto orang lain yang diakuinya, pembicaraan merembet sampai ke harga WS. “Protes aja sekalian ke si Mbak B karena terlalu murah memberi harga, merusak pasaran,” katanya.

Emak Ayaran yang berada di posisi tengah hanya tersenyum dan ngadem-ngademi, “Tenang, semua memiliki pangsa pasar tersendiri. Rejeki nggak bakal tertukar. Ada orang yang nyaman dengan harga mahal, ada pula yang memang harus mengetatkan ikat pinggang dengan niat belajar yang sangat besar. Maklumi saja.”

Jenis ini, dia (atau beliau) hanya mengambil keuntungan sedikit dari ilmu yang dibagaikan. Tapi, hukum memproduksi/menjual suatu produk; jika kamu tidak bisa menjual dengan harga mahal dengan jumlah sedikit (karena segmennya lebih mengerucut), jual lah produk murah dengan kuantiti banyak. Pada akhirnya keuntungan bisa jadi setara.

Lalu apa hubungannya jenis-jenis pelaku WS dengan judul di atas?
Jadi begini, hari ini ceritanya Emak Ayaran nambah ilmu, ikut WS. Meski Emak Ayaran sudah pernah mengamati proses produksi rumahan sebuah produk handmade—yang kebetulan 11-12 dengan per-tas-an--, tapi terjun langsung ke dalamnya adalah dua hal berbeda. Harga WS itu tiga ratus tujuh puluh lima ribu. Karena tahu harga-harga bahan, Emak Ayaran bisa mengambil kesimpulan si pemberi WS mengambil keuntungan lumayan.

Soal harga, okelah. Itu terserah pribadi-pribadi mau menentukan margin keuntungan dia berapa. Hal yang membuat kurang nyaman adalah tak adanya ruang untuk sholat. Padahal, sebagai peserta tercepat dan paling rapi (menurut pengakuan si instruktur) Emak Ayaran baru kelar jam dua siang lewat. Artinya, waktu sholat duhur sudah nyaris habis. Ketiadaan tempat sholat dimaklumi karena penyelenggaranya seorang non muslim. Ketidaknyamanan kedua, snack yang dijatah. Beda banget sama WS di tempat Mbak jenis ketiga yang berlimpah snacknya. Emak Ayaran yang kebetulan karena mengejar waktu tak sempat membawa atau membeli minuman, terpaksa harus menahan dahaga teramat sangat dari jam 9.00 (masuk rumah) sampai jam 14.10 (keluar rumah) karena hanya tersedia satu gelas air mineral selain 3 buah snack, di dalam snack box. Sebenarnya mungkin kalau minta bisa, tapi si Emak Ayaran terlalu malu untuk minta tambah minum air mineral gelasannya. Hehe…

Tapi, itulah.. selalu ada hal lebih yang bisa kita dapatkan dari sebuah kejadian yang mengandung nilai kurang. Misalnya tips sederhana dalam penyimpanan dan pengaplikasian lem. Tips n trik ini yang hanya bisa didapatkan saat kita ikut workshop. Ini juga yang sering Emak Ayaran bagikan saat peserta WS kurang tepat dalam proses pembuatan sebuah tas. Tips n trik yang bisa jadi berbeda untuk tiap individu tergantung tingkat keahliannya.

So… Mari kita tetap berkarya. Tetap memberi WS dan ikut WS untuk tahu sebuah tips sederhana meski itu seharga tiga ratus tujuh puluh lima ribu.

Tanah Baru, 2 Juni 2015 23.48

Selamat buat teman-teman ‘satu rahim’ Crafter Depok dan Asosiasi Industri Kreatif Depok yang tengah berjuang membuktikan eksistensi diri di Festival Industri Kreatif Depok, Balai Kota Depok, jalan Margonda Raya, 3-7 Juni 2015.

Selamat berjuang untuk teman-teman Crafter Depok di PRJ Kemayoran minggu berikutnya. Tetap cemungud! Eeeyyaaaa!!! :D