Translate

Selasa, 15 November 2016

Dari Jago ke Miko

Jago namanya. Ayam jantan kesayangan keluarga kami yang ditemukan mati dengan tanda2 kekerasan di badannya. Pada suatu sore yang kuyup, ketika hujan mulai reda,  di antara batu nisan di belakang rumah kami, lebih dari 30 tahun lalu. 

Kami semua menangis. Merasa kehilangan lebih dari sekedar peliharaan. Jago nyaris layaknya anggota keluarga. Sebagai jantan Alpha, dia tak akan makan sebelum semua ayam peliharaan bapak, yg lumayan banyak waktu itu, dan sebagian besar dibebaskan berkeliaran di belakang rumah--yang tembus ke kuburan--makan. Dia akan mencari, memanggil temannya untuk pulang jika bapak atau kami memanggil-manggil sembari membawa sebaskom campuran bekatul dan nasi setengah basi plus irisan kangkung atau sisa masakan semalam.

Lalu saat semuanya sudah makan, baru dia menghampiri bapak yang sudah menyiapkan segenggaman jatahnya.

Jago namanya, yang mengenalkan kami sebuah rasa halus bernama cinta pada makhlukNya. Meski dia 'hanya' berwujud hewan.

Rasa itu datang dan pergi, dalam bentuk lain. Kucing domestik, ikan, hamster, kelinci,..Dan setiap kali mereka mati, selalu saja ada air mata. 

Dan selama rentang waktu itu, favorit kami, terutama buatku, selain Jago--bapak dan ibuku tak kreatif menamainya--adalah Eran Prinsie. 

Mereka istimewa karena kami bawa dari Pati saat berusia sekitar 3 bulan. Sudah mulai makan dry food. Diberi oleh mbak iparku nomor dua. Mereka menjadi makin istimewa ketika masku yang memberi Eran Prinsie meninggal Nopember setahun lalu.

Kucing temanku seumuran Prinsie sudah bereproduksi. Dan dia yang pemilih, kupikir mandul karena tak kunjung hamil juga. Hingga hampir dua bulan lalu aku curiga pada perut dan tanda2 lainnya.

Minggu, 16 Oktober jam 15.00 lahirlah Miko, anak pertama Prinsie di usianya yang keempat tahun. Normal, di bawah kursi beranda. Instingtif, tali pusar diputus dan plasenta dimakannya. Lalu disela kontraksi hendak melahirkan lagi, dia menjilati Miko, menempatkannya di area aman, sudut kamarku.

Malam itu, aku seolah menjaga seorang anak perempuan. Bukan hewan peliharaan. 

Andai klinik buka, pasti kubawa dia sore itu juga. Untuk memastikan proses kelahiran saudara Miko. Prinsie malam sampai pagi menjelang kubawa ke dokter manja sekali. Tak mau sekalipun kutinggal. Malam aku tidur di sebelahnya di lantai, menggelar kasur. Tanganku mengelusnya, badanku menghadapnya. Capek, ganti posisi, dia akan mengeong protes. 

Di klinik, dokter hewan memutuskan untuk mencoba induksi dulu. Jika masih tak bisa keluar normal, baru caesar.

Jam 3, aku ditelpon dokter, Prinsie harus caesar. Jam 16.30 aku ke klinik, datang pas dokter hampir selesai menutup bekas sc. Keempat kakinya masih terikat di meja operasi. Dan dia masih dalam pengaruh obat bius. Sentimentilku muncul demi melihat Prinsie harus caesar. Karena aku sendiri merasakan 2x SC; melahirkan Yasmin dan Ranu.

"Dia nggak mau makan dan minum, Bu," kata pegawai klinik. "Sama dokter dipaksa makan dan minumnya. Dia kucing yang pintar, sayang anak.. Dia bergerak kalau menyusui dan menjilati bayinya." 

Ah, anakku sayang... aku bangga pada insting keibuannya. Di saat kucing yang lain, kutahu menelantarkan anak2nya, dia yang kesakitan paska operasi masih lebih peduli pada anaknya.

Menyambangi lagi keesokan hari, sengaja kubawakan dia makanan dari rumah, dan kusodorkan di tanganku. Sama seperti saat dia kecil dulu, mau makan di pangkuanku, dari tanganku. Juga minum susu.

4 hari berikutnya, kami tak berjumpa. Aku, suami, dan anak2 harus ke luar kota. 

Senin aku datang, dia menyambutku dengan riang. Mengeong keras, bangkit di dalam kandang. 

"Iya, kita pulang, Nak." Kataku. Melunasi biaya operasi dan menginapnya sebesar 1.570.000

Melihat Prinsie merawat Miko, sungguh aku terharu dan bangga. Cara kaki depannya memeluk Miko saat tidur atau sambil menjilati, sungguh seperti manusia memeluk bayinya.

Melihat dia mengawasi di sudut kamar ketika Miko belajar jalan, melihat dia 'menyuruh' Miko kembali ke kamar ketika bayi 2 minggu itu keluar dari zona aman, dan ketika dia justru mendukung dan mendampingi anaknya mengekplorasi ruangan lain.

Sayang, aku tak bisa lebih lama menyaksikan itu semua. Sore, kondisi Miko menjadi buruk. Nafasnya  tersengal-sengal. Dia berkali-kali mengeong keras nampak kesakitan jelas. Dan Prinsie, ... aku tak tega menceritakan dan melihat lebih lama dia memeluk , menjilati Miko. Aku tahu ada yang salah  pada Miko. dia sakit, dan harus segera dibawa ke dokter. Klinik kutelpon tak ada yang mengangkat. Kuperkirakan sudah tutup. Hujan deras sekali di luar. Sederas air mataku kehilangan Miko... Sederas waktu kami menemukan Jago tergeletak diantara nisan.

Sampai kutulis ini, Prinsie masih mencari anaknya yang sudah mati. Miko menyusul saudaranya yang mati di perut, yang harus dikeluarkan lewat caesar 4 minggu sebelumnya. Menjelang maghrib dia dikubur suamiku di bawah pohon rambutan halaman depan rumah kami. Bersama hewan-hewan peliharaan kami lainnya yang sudah mati sebelumnya.

Meski hanya 4 minggu, Miko dan Prinsie menunjukkan padaku pemandangan luar biasa tentang kasih sayang seekor induk pada anaknya. Semoga aku, sebagai ibu, bisa menjadi lebih baik dan bijak menjaga, mendorong, mengasuh anak. Seperti Prinsie terhadap Miko.

Jumat, 11 November 2016

Capolaga Field n Camp Day 2016 Another amazing story of RIM journey


Jam 22.00.
Kamar sejuk berpendingin udara, selimut hangat, kasur kering empuk,...mampukah dibandingkan dengan tenda yang beralaskan busa eva--yang bahkan tak mampu membohongi ketidakrataan tanah di bawahnya? Atau dibandingkan juga dengan alas yang dingin sebab rembesan air yang merintik sejak sore hingga nyaris tengah malam?
Tentu tidak.
Siapapun akan memilih kondisi pertama. Namun cerita berbeda ketika kondisi kedua itu kita yang memilihnya dengan sadar, dengan senang.
Dengan senang? Ya! Bagaimana tidak senang kalau bisa menempuh puluhan bahkan ratusan kilometer bersama 'keluarga besar' yang dipersatuan (dulu) oleh tunggangan bernama chevrolet zafira. Kemanapun, bagaimanapun, kalau sama keluarga Rombongan Iwak Mrongos yang satu ini, insyaAllah hepi2 saja. Apalagi camping. Serunya, lokasi camping ini suer, beyond my expectation. Thanks to team survey: Om Satrio, Om Toink, Om Dino
Dari 20 kr (70 jiwa) yang mendaftar, 3 batal krn udzur yang memang tak bisa disangkal. Tapi sampai di lokasi, bergabung juga om Yosi n te Rini plus 2 krucilsnya dari Bandung--nunggu si teteh yang mau lomba marching band tingkat nasional kelar latihan dl. Datang malam2, hujan, tak menyurutkan niat untuk bergabung di kegiatan RIM kali ini: Capolaga Field n Camp Day 2016.
Om Agus yang kebetulan sedang berada di Bandung pun tak menyia-nyiakan kesempatan bergabung, memboyong nyonya n krucilnya, meski esoknya harus langsung cabut kembali ke Semarang.
Line up dari rest area KM 39 sekitar jam 09.00 Sabtu, kami meluncur ke tol Cipali. Keluar di pintu tol Subang-Pamanukan-Lembang. Menjelang 10 km menuju lokasi, gerimis mengiringi. Ndilalah, sampai di vila depan Capolaga, sudah ada mas penjual bakso pakai sepeda menunggu. (Ini penting bingit buat emak2. Xixixi). Cucoklah.. Kami bisa menikmati hangat dan pedesnya kuah bakso setelah parkir rapi, makan siang nasi, dan menghadap Ilahi.
Asar, hujan reda, kami pun menuju tenda. Berjarak sekitar 250 m dari villa, track yang dibuat lumayan landai. Ramah pula buat anak2 trekking. Beberapa bagian tanah biasa, sebagian lainnya berupa undakan beralas batu. Melintasi sungai, jembatan bambu yang bagian bawahnya dicor sangat memberikan rasa aman kepada penyeberang.
Tak lama membelah hutan pinus dan tanaman rendah lainnya, lokasi kemahpun seolah melambaikan tangannya dari bawah.
Dari ketiga camping yang pernah kami ikuti di komunitas mobil ini, landscape Capolaga ini yang paling asyik.
Tenda2 dipasang berjajar berhadapan di salah satu sisi sungai yang datar. Bebatuan besar kecil, jernih air mengalir, berisik gemericik arusnya, memaksa kami mencelupkan kaki dan tangan begitu menjangkaunya.
Tak jauh dari lokasi yang sudah kami booking, sekelompok orang lainnya pun mendirikan tenda. Tepat di depan air terjun--salah satu dari tiga air terjun yang ada disana. Sayangnya, simphony alam perpaduan nyanyian serangga dan aliran air kali terkontaminasi musik 'peradaban modern' mereka. Untungnya saat malam tiba, suara musik itu tak terlalu kencang bahkan akhirnya kalah oleh air hujan.
Ya, habis asar yang jadwalnya kami games, terpaksa diundur karena hujan. Nggak deras sih.. tapi lumayan bikin basah. Begitu pula acara api unggun malamnya. Kambing guling dan gule kami santap paginya, karena kebanyakan sudah anteng tidur di tenda selepas isya. Meski ada beberapa om yang ngobrol sampai menjelang tengah malam ditemani si kambing guling td dan rempeyek ikan om Mahesa. Plus kopi dan obrolan hahahihi
Terbangun pukul 2.30 dini hari, selepas minta antar yayang soulmate ke toilet--yang alhamdulillah nggak terlalu jauh--masuk angin yg sejak malam sebelumnya mendera mencapai klimaksnya. Aku muntah di belakang tenda. Good lah.. legaa.. tinggal dikeluarkan nih hormon endorfinnya. Caranya, 'ditato' tulang ikan sementara alias dikeroki. Minum panadol, bobo pulas sampai pagi. Tak peduli sana sini basah sisa2 rembesan hujan yang baru berhenti menjelang tengah malam.
Pagi, alhamdulillah matahari bersahabat sekali. Wajah2 ceria bermunculan dari dalam tenda, dari jajaran pohon, dari balik tebing rendah kali. Bahkan balita-batita yang ikut camping pun tak ada satu pun yang rewel. Semua hepi dan bobo nyenyak sekali.
Maka pesta kopi dan marsmellow bakar pun dimulai. Kopi buat om2 dan tante2 nya. Baristanya, om Hendra yang baru sekali itu ikut touring n camping RIM. Teman sekantor om Mahesa, sang creator logo RIM yang mirip2 Angler fish minus lampunya. Menurutku sih. Hehehe..
Biji kopi yang katanya sama dengan yg biasa dijual kedai kopi premium berlogo dewi itu langsung dihancurkan dgn coffee maker manual, diseduh air panas, dihidangkan tanpa gula. Sedapp.. really black coffee eh kopi tubruk tanpa gula nih.
Om Gondrong alias Om Dino dan siapa lagi ya.. bikin api unggun. Kesempatanku jd tukang sate pura2, menerima orderan krucils membakar marsmellownya. Ada yg suka sensasi gosong n gula mencair di dalamnya, ada yg suka marsmellow original.
Habis nyemil2, games pun dimulai. Bawa kelereng pakai sarung dan games lainnya buat krucils. Usai krucils menguji kekompakan dan sportifitas mereka, gantian mama dan papanya yang diuji. Dan seperti biasa, kalah menang, duet maut tante Lupi dan om Erick sie acara seumur hidup itu selalu membikin anak2 dan kami hepi dengan goodie bag dan dorrprize nya. Thank you buat te Mei sebagai donator doorprize, juga te Lia body shop atas urunnya. Ayaran, besok2 ya. Hehehe.
Usai games, ada yang trekking ke air terjun, ada yg nyebur lagi ke kali, sarapan nasgor plus gule n kambing guling, dll.
Menjelang jam 11 hampir semua kami sdh beres bebenah.
Nah, jika kemarin enak, turun, baliknya ini yang cukup bikin mama Ayaran ngos-ngosan. Menanjak oiy! Nggak terasa sudah 16 tahun dari terakhir kali kesasar-sasar di lereng Penanggungan bareng best best friendku.
Alhamdulillah, hujan deras turun saat kami sudah sampai seluruhnya di villa, usai foto2 bersama, memasukkan semua bawaan ke mobil, dan sholat.
Om Sigit dan anak2nya langsung balik ke Bandung, sementara om Yosi n family yang ngerasa belum 'panas' nekan gas, ikut wisata kuliner sate Maranggi di Purwakarta. Endes oiy! Dan termasuk bersahabat harganya untuk kantong org Jakarta. Di sinilah kami akhirnya berpencar. Terpecah menjadi beberapa group balik pulang ke BSD, Jakarta, Depok, Bekasi, dan sekitarnya.
20.15 Alhamdulillah. Sampai rumah.
Saat ini, aku tengah berselimut nyaman lagi. Membawa rasa bahagia bisa jalan bareng keluarga besar RIM, yang jejaknya kami mulai 2005. Kami tumbuh bersama. Melihat anak2 masih bayi, lalu tanpa terasa memasuki bangku sekolah dasarnya. Melihat kakak2nya yang dl anak2 beranjak remaja. Mengamati siapa yang lebih kurus di pertemuan kali ini--refer to tante Mei:p-- dan siapa yang tambah gemuk plus bekas jerawatnya 'ngadzubillahi'--ini nunjuk diri sendiri. Xixixi. Ora popo. Penting sukses mendekatkan anak2 ke alam. Refreshing dari runitinas yang menantang.:p
Big thanks to duet maut fotografer te Rukmi dan Om AJP untuk foto2 cantiknya.
Yes, apapun itu, jika kita tak berharap selain kebersamaan, dan kita tak bertindak laku melainkan kejujuran, maka, semua akan terasa manisnya. No hard feeling. Just fun. ðŸ˜ƒ
Tanah Baru, 14 menit menuju pergantian waktu. Okt '16

Bagian-bagian Mesin jahit Portable

'Man behind the gun'. Sering dengar kan frase itu? Yang menunjukkan bahwa sehebat apapun sebuah senjata atau alat, tetap tergantug kepada pemakainya.
Lalu bagiamana dengan mesin jahit?
Sekian tahun bergelut dengan mesin jahit, apalagi tahun-tahun terakhir saat mulai menjual mesin jahit portable terutama Janome St24, juga mesin obras, kebanyakan masalah--terutama oleh sewing crafter-- pemula berasal kurang pahamnya user pada alatnya. 
Budaya baca kita yang masih kurang menjadi salah satu alasan kenapa penguasaan 'senjata' itu kurang. Karena kebanyakan dari kita tak membaca manual book sebelum memanfaatkan alat.
Namun, dengan era internet, hal tersebut sebenarnya juga bisa diatasi. cukup klik youtube dan search. dengan catatan, kuota internet cukup dan koneksi bersahabat. :)

Berikut bagian2 dari sebuah mesin jahit. Gambar aku ambil dari manual book Janome St24 dan kuedit. Untuk mesin jahit tipe lain, pada dasarnya sama. Bervariasi tergantung fiturnya juga.