Translate

Jumat, 14 Februari 2014

IWPC2 dan Payung Finansial




Aku seketika tersenyum membaca ‘status’ mbak Irma di sebuah group. Beliau ini, duet dengan Bu Ietje S. Guntur adalah founder dari Woman Preneur Community. Di bawah ini aku copas-in isinya. Ijin share ya Suhu. :)

kenapa perempuan harus TAU DIRI alias harus tau potensi dirinya sendiri..?
kenapa perempuan jg harus mandiri dengan sumber income sendiri..? bukan utk sok belaguh belaguhaan

ssst niiih alasennya
1.suami kena PHK....ini mah skala kecil..cari kerja lg donk...buka usaha
2.Suami sakit luamaaaa...naaah hayo piyeee spy kel ga ikutan sakit semua
3.suami pulang kerumah Tuhan...ini skala takdir...bs bentar lagi bisa besok,lusa,bln depan taun depan ..terserah DIA kaaaan
4.Suami pulang kerumah orang lain....ini konyol tapi nyata kaaaan

Jaadiiiiiii...udah siap kalau salah 1 terjadi...weeeew...
jadi sekoci itu kudu siap sebelum kejadian....gimana pulaak sekoci bs mengamankan kapal induk..kalau sekoci masih ruksaak ga siap pakai....

met makan siaaaaaang

Pikirku, wah, pas banget sama topik yang barusan kubahas sama seorang sahabat. Terpisah jarak Depok-Tuban,  teman STM Perkapalanku dulu yang sekarang berbisnis kayu dan berencana membuka rumah makan ini terakhir berkomentar, “Kamu gaji suami sudah besar, kenapa harus kerja keras?”

Aku jawab, “Justru karena gaji suamiku besar  (catatan; besar di sini tentu relative sekali ya. Tergantung kesyukuran kita, tergantung standart hidup yang kita terapkan J ),itulah aku harus bekerja lebih keras. Kalau terjadi sesuatu pada suamiku, bagaimana aku bisa menghidupi anak-anakku dengan standar minimal sama dengan sebelumnya? Kalau bisa, justru penghasilanku harus lebih besar darinya. Bukan untuk gagah-gagahan, tapi sebagai payung financial demi masa depan anak yang tentu berbiaya lebih mahal.”

“Tapi kamu itu lho, kok seperti gak nduwe kesel.”
Aku tersenyum, meski dia pasti tak bisa melihatnya. Hubungan kami lakukan melalui telpon. Kupasang speaker karena saat dia menelpon aku sedang membuat donat, cemilan favorit anak-anakku. Dua hari sebelumnya, dia menelpon saat aku in rush cari bahan di Tanah Abang setelah sebelumnya menyusuri pertokoan penjual aksesoris tas di depan Tanah Abang, belakang AURI, juga hunting celana jins seken kondisi 90% di Pasar Senen. Yap, bener-bener tawaf pasar namanya. Hahaha.

Tentang capek, setiap orang pasti merasakan. Meski ambang batas daya tahannya pasti beda-beda. Tergantung kondisi fisik dan mental. Dua faktor itu, adalah sesuatu yang sebenarnya bisa dimanipulasi dan jelas saling memengaruhi. Lalu apa hubungannya itu semua dengan IWPC?

Well, let me bocorin sedikit tentang embrio komunitas bisnis yang tinggal menunggu waktu menjadi gurita yang tentakelnya kemana-mana itu ya. Amiinnn.  Seperti yang kusinggung di atas, adalah dua ibu suri yang hobi mem-bully kami, anak-anak culun ini. Keluguan kami soal bisnis kelunturan brain-wash dari beliau berdua, juga pemateri-pemateri  yang ciamik punya di sesi pertama Januari lalu. February ini, diharapkan hasil kelunturan itu benar-benar mengubah ‘warna’ business plan yang kami punya dengan presentasi di La Codefin Kemang. Keren kan? Nggak cuma itu, akan ada juga bazaar bulan February dan Maret mendatang. Itu sebelum menuju final di bulan April. 

Lho, kok final? Kayak FIFA World Cup aja. Ya iyalah. Secara ini adalah kompetisi gitu lho. Yang kedua kalinya diadakan. IWPC yang pertama diadakan tahun lalu dengan dua orang sahabat crafterku keluar sebagai juaranya. Yeach!!! :D

Tapi jangan salah, meski judulnya kompetisi, kami seolah belajar bersama di group. Dan ssttt… meski awalnya kupikir pesertanya business beginner semua sepertiku, ternyata ada juga yang beberapa sudah settle di bidangnya, beromzet buanyak, dan sering jalan-jalan untuk pameran di luar negri. Nah, yang ini kujuluki beliau Ms. No-Excuses. Hehehe.
Lalu kenapa harus IWPC (Inspiring Woman Preneur Competition)?

Baiklah, aku akan membuat pengakuan. Jadi ceritanya aku dulu pernah depresi begitu ikut pindah suami ke Jakarta. Resign dari pekerjaan sebagai piping designer  kapal (kadang nggambar hull construction atau machinery outfitting juga nding), aku yang aslinya pencilakan jelas aja kalang kabut diam di rumah saja hingga menemukan jalan keluar di komunitas penulisan. Sempat eksis beberapa saat di passionku sejak bisa bisa baca itu, aku mengalami stuck saat bayi keduaku lahir. Untungnya, hobiku membaca menuntunku ke passion kedua, kerajinan tangan.

Awalnya yang kubuat dan kujual adalah aksesoris dan mainan berbahan dasar kain flannel. Itu juga yang mendorongku melahirkan buku kerajinan tanganku yang pertama, Creative Mom for Smart Kids terbitan Gramedia sebelum disusul adiknya selang 3 bulan kemudian berjudul Daur Ulang Barang Bekas terbitan Demedia Pustaka. Menjual diri, teteup… :P. Tapi harus kuakui, meski cinta nge-craft, pada satu titik aku merasa sayang waktu. Menulis, dengan rentang waktu sama dengan nge-craft nilai jualnya bisa jauh lebih banyak. Meski kepuasan batinnya seimbang. Tak terbandingkan. Galau, nggak fokus, aku akhirnya memberanikan diri beresolusi tengah tahun, Agustus 2013 kutetapkan sebagai kebangkitan usaha craftku. Meluaskan bahan dasar, melebarkan segmen yang kutuju dan diversiasi produk, brand yang kupakai kemudian adalah Ayaran. Singkatan dari nama ketiga anakku, Ais, Yasmin, Ranu.

Tapi berjalan sekian bulan, kenapa kok masih begitu-begitu saja? Apa yang salah? Kesempatan mencari tahu kesalahanku itu terbuka ketika ada info IWPC 2 ini. Alhamdulillah. Sebelumnya, aku pernah mengikuti pelatihan, yang diselenggarakan oleh majalah wanita papan atas di hotel bintang lima. Hasilnya, jauuuh beda dengan pelatihan ‘sederhana’ di Kalbis Pulomas dengan ibu suri yang suka mem-bully dan classmate yang bikin hepi. Hihihi.

Sebenarnya ada banyak materi menarik yang ingin kubagi. Apalagi tentang 4P yang mengingatkan pada dosen  marketingku di bangku kuliah dulu yang benar-benar menyampaikan ilmunya dengan cinta hingga tetap berasa meski sudah belasan tahun lamanya. Tentang nasihat bu Jackie Ambadar pemilik Le Monde, bahwa tak seharusnya bisnis mengalahkan hubungan antar manusia, tentang menetapkan harga yang ternyata banyak sekali komponennya oleh dokter Julliana, tentang berani bermimpi hingga Law Attraction terjadi oleh pak pemilik Gado-gado Boplo, tentang strive to excellent oleh Bu Ellise, dan masih banyak lagi.

Kapan-kapan aja ya. Aku harus mendengarkan body sekarang ini. Yang minta bermimpi, sebenar-benarnya mimpi. Apalagi jika mimpinya menjadi juara IWPC 2. Tapi kalau untuk yang satu itu, aku memilih berdoa dan berusaha saja. Pasti lebih dari sedap sekali. Amiiinnn. :)

Tanah Baru, 13/02/2014 00,57