Translate

Tampilkan postingan dengan label Ayaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ayaran. Tampilkan semua postingan

Rabu, 15 April 2015

Serba-serbi Bazar dan Pameran


Alhamdulillah, tgl 9-12 April 2015 mimpi emak Ayaran untuk membawa Ayaran ke JCC Senayan dalam pameran handycraft terbesar menjadi kenyataan. Ya, Ayaran Craft akhirnya bisa menjadi salah satu peserta Inacraft 2015. Bagi orang yang bergelut di bidang handycraft, entah itu sebagai produsen atau sekedar penikmat, event tahunan yang biasanya jatuh di akhir bulan April dan berlangsung selama 5 hari ini merupakan moment yang sayang sekali untuk dilewatkan. Karena begitu banyak produk handycraft unik dan kreatif yang bisa dibeli atau sekedar menjadi inspirasi. 

Bagi Ayaran Craft sendiri, menjadi salah satu peserta Inacraft dari sekitar 1450 peserta dari seluruh Indonesia dan beberapa perwakilan negara sahabat dengan 1306 stand merupakan sebuah pengalaman yang tak terlupakan dari sekian bazaar dan pameran yang pernah Ayaran ikuti, baik yang gratisan seperti Crafina 2014 di bawah dinas Kota Depok, maupun yang berbayar di mall, sekolah, dan sebagainya. Baik yang sendiri maupun sharing stand dengan partner bazaar.

Di bawah ini akan emak Ayaran beberkan beberapa hal yang wajib dipersiapkan baik fisik maupun mental, juga modal. Serba-serbi ini lebih ditujukan untuk pebazar pemula dan yang bergerak di bidang craft seperti yang digeluti Ayaran selama ini.

Point pertama, siapkan mental dan tujuan. Kenapa ini menduduki point pertama? Karena jika kita sudah salah meletakkan tujuan dalam melakukan sesuatu, niscaya kita akan kecewa jika harapan tak sesuai kenyataan. Memang pada akhirnya tujuan sebuah usaha adalah profit. Tapi jika profit itu dijadikan tujuan utama kita mengikuti sebuah event, bisa jadi akan kecewa. Karena sebuah event selain bertujuan jangka pendek (profit) juga bertujuan jangka panjang berupa pengenalan produk/brand kita ke calon customer, mencari tahu kelemahan dan kekuatan produk kita dengan interaksi langsung dengan calon customer, serta mencari tahu apa yang sebenarnya mereka cari dan maui dari jenis produk yang kita produksi. Jadi, jika dalam sebuah bazaar/pameran omset yang kita dapat tak sesuai harapan ya anggap saja sebagai sarana promosi selain sebagai pemicu kita untuk mengevaluasi apa ada yang salah dengan penataan stand, harga, produk, moment, dan sebagainya.

Point kedua yang perlu diperhatikan adalah segment pasar. Sebagai pemain baru, kita kadang cenderung terlalu excited mengikuti banyak bazaar dan pameran tanpa memperhatikan apakah produk kita sesuai dengan segment market yang ditawarkan oleh EO pameran/bazaar. Misal, jika produk kita harganya untuk menengah ke atas, jangan coba-coba ikut bazaar untuk kelas menengah ke bawah meskipun gratisan karena biaya operasional pun perlu dipertimbangkan. Begitupun sebaliknya.

Atau, jika produk kita craft, sebaiknya jangan masuk ke bazaar untuk fashion karena akan lebih susah untuk menjualnya. Juga, perhatikan jika kita bazaar di komunitas tertentu dengan karakter khusus. Misal di komunitas expatriat dari India, akan susah sekali untuk menjual produk craft berupa ukiran kayu atau patchwork dibanding perhiasan-perhiasan atau kain sari. Meski, pengunjung bisa jadi bukan hanya orang India.

Point ketiga, harga sewa stand. Posisi menentukan prestasi. Jer basuki mawa bea. Jika dalam ilmu marketing ada 4P; Price, Product, Promotion and Place,  di bazaar/pameran ada 4P; Position, Position, Position, and Position. Pameran/bazaar di mall dengan di gedung semacam JCC, tentu berbeda harganya. Lebih menukik lagi, posisi di area lalu lalang orang akan memudahkan stand kita ditemukan. Sedangkan posisi di hoek akan menguntungkan kita karena ada 2 muka yang bisa kita manfaatkan untuk memajang produk dibanding jika tidak di hoek. Nah, untuk beberapa pameran/bazaar, selain berdasarkan tempat diselenggarakannya event dan luas, harga sewa stand bisa juga ditentukan oleh si posisi tadi. Itulah yang disebut jer basuki mawa bea. Setiap usaha untuk perbaikan dan kebaikan membutuhkan biaya. Biaya sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan usaha kita agar tak besar pasak dari pada tiang. Biasanya EO juga akan memberikan diskon dengan besaran tertentu sesuai dengan periode pembayaran.

Jika kita sudah melewati point pertama sampai ketiga, sebelum kita mengiyakan tawaran EO, point ke empat adalah cari tahu dulu tentang prospek omset kepada teman yang sudah pernah mengikuti event itu sebelumnya. Meski rejeki sudah ada yang mengatur, setidaknya dengan mendapat masukan dari pengalaman teman-teman, akan membantu sekali kita untuk memutuskan mengambil tawaran EO itu atau menolaknya.

Point ke lima, cari sedetail mungkin fasilitas/ informasi dari EO. Misal berapa meja dan kursi yang disediakan, jika mau tambah alat display, apa saja jenis dan harganya, atau jika membawa sendiri bagaimana. Kapan loading dan unloading, ID Card, listrik, dsb. Biasanya semua tercantum dalam surat perjanjian keikutsertaan. Tapi ada baiknya kita mengetahui sebelum setuju dan membayar untuk ikut event.

Point ke enam, yang paling penting nih, adalah… sharing stand. Karena alasan tertentu,--biasanya karena permodalan--kita menjadi peserta sebuah event berbagi dengan teman. Bisa satu, atau beberapa partner. Yang perlu diperhatikan jika sharing stand ini adalah:
a.       Pilihlah partner stand yang bisa kita ajak kerjasama. Karena seorang teman yang egois akan menyulitkan kerjasama kelompok.

b.      Persiapkan detail teknis di lapangan. Jangan berasumsi apapun. Maksudnya, kadang karena sudah dekat dengan teman satu komunitas dan merasa cocok dengannya, kita mengabaikan fakta sudah seberapa banyak jam terbangnya dalam mengikuti pameran/bazar. Kita berasumsi bahwa akan bisa go along dengan enaknya di lokasi sebagaimana di pertemanan. Padahal saat kita menata stand dengan segala macam persiapan, ranah yang kita mainkan adalah bisnis, how to  deal with customer, pihak ketiga.
Jadi, persiapan teknis sedetail mungkin dibicarakan sejak awal. Misal alat display, penataan stand, serta barang yang boleh dan tidak boleh dijual. Jangan berasumsi partner stand kita sudah tahu. Juga giliran jaga stand dan SPG jika diperlukan.

c.       Masih berhubungan dengan point kedua; produk. Bazaar/pameran biasanya mensyaratkan apa yang boleh dan tidak boleh dijual. Dengan kata lain, saat kita mendaftarkan diri untuk mengikuti sebuah pameran kita biasanya diwajibkan mengisi jenis produk yang kita jual. Misal, tas dan baju termasuk ke fashion, craft bisa dipecah untuk gift, toys, households, dsb. Hal tersebut seharusnya benar-benar kita pegang. Jadi jika sejak awal kita setuju untuk hanya menjual tas, pouch, selimut, sebaiknya jangan masukkan kaos, baju, atau sepatu.
Semakin sedikit jenis produk yang kita display, niscaya akan memudahkan pengunjung untuk memilih. Sebaliknya, semakin banyak jenis produk yang kita tawarkan, justru akan membuat pandangan mata pengunjung tidak fokus. Semakin sedikitnya jenis produk apalagi jika masih sama segmentnya, juga akan mempermudah kita dalam penataan stand. Selain langsung menukik ke segment market yang disasar.

d.      Konsisten dengan partner sharing stand. Maksudnya, atas nama pertemanan, bisa jadi kita menerima titipan produk teman lain untuk didisplay. Lalu si teman juga menitipkan kartu nama dan brosurnya. Apakah itu salah? Tidak. Jika dengan alasan ‘toh yang dimanfaatkan adalah area saya sendiri’—misal kita memilih mendisplay barang berdasarkan brand. Tapi jelas tidak etis mengingat yang membayar bukan hanya kita tapi juga teman lain. Jadi seharusnya kesempatan dibeli produk dan promosi ke pengunjung hanya yang membayar saja. Bukan teman dari salah seorang yang membayar. Kecuali semua partisipan ikhlas teman lain yang tak ikut membayar sewa stand menitipkan barang dan alat promosinya.

e.      Area privat. Bazaar apalagi pameran besar kadang menjadi arena kopdar dengan teman sekomunitas atau teman lama yang tak pernah atau lama tak bertemu. Tak sadar, kita saat melepas rindu itu mengambil tempat area privat dimana dekat dengan uang hasil penjualan bersama diletakkan—jika tidak dimasukkan ke tas dan dibawa-bawa/dipercayakan pada satu orang. Kita mungkin tak memiliki prasangka apa-apa. Tapi bisa jadi sharing partner kita yang kebetulan tak berteman juga dengan teman kita tadi keberatan. Maka, opsinya, curcol hahahihi lah di luar area privat tadi. Atau, ijinlah pada sharing partner untuk ke kantin atau tempat mojok lain agar bisa bebas melepas kangen dengan teman sembari duduk nyaman.

Alat display dan Penataan Barang

Pameran besar berbeda dengan bazaar kecil-kecilan. Untuk pameran, yang dikedepankan adalah sebagai alat promosi dan eksistensi sebuah brand. Itulah mengapa penataan brand dibuat se’clean and clear’ mungkin. Tidak semrawut seperti pasar pagi. Beberapa point yang bisa diperhatikan untuk mencapai tujuan ini adalah:
1.       Alat display sebaiknya yang bisa memaksimalkan ruang sekaligus mendukung penampilan ‘clean and clear’. Rak sederhana susun 4 atau 5 vertikal dari kayu atau besi bisa menjadi pilihan daripada rak dengan detail dan bentuk serta bahan yang lebih rumit. Kecuali rak tersebut sesuai dengan alat display tambahan atau produknya.

2.       Alat display sesuaikan dengan produk. Misal yang mau dijual mukena, siapkan manekin untuk displaynya dibanding hanya dijembreng di meja atau di dinding partisi. Atau jika yang dijual selimut, siapkan gawangan. Agar orang bisa memilih dengan mudah sekaligus memperlihatkan detail hiasan selimut yang kita jual. Begitu juga jika kita menjual aksesoris semisal gantungan kunci atau bros, sesuaikan alat displaynya. Bisa dengan rak besi vertical, gantungan susun yang bisa diletakkan di meja dan diputar, atau alat display lainnya.

3.       Penataan bisa berdasarkan brand, atau jenis produk. Itu terserah kita. Tapi sebaiknya untuk lebih memudahkan customer memilih barang, sebaiknya berdasarkan jenisnya. Karena untuk brand-brand kecil yang belum dikenal apalagi memiliki customer fanatic, orang hanya akan melihat tampilan (kualitas) dan harga. Bukan brandnya.

4.       Secara teknis, penempatan alat display juga harus memperhatikan tinggi rendahnya alat. Jangan sampai gawangan baju diletakkan agak ke depan dan menghalangi pandangan pengunjung ke rak atau meja yang lebih rendah. Kecuali penempatan itu dimaksudkan sebagai pembatas atau untuk menyamarkan area privat.

5.       Simpan tas, box, atau apapun yang tidak merupakan produk yang dijual dari pandangan pengunjung. Untuk pameran besar seperti Inacraft biasanya disediakan gudang yang bisa dimanfaatkan untuk menyimpan stok atau penyimpanan lainnya. Meski tentu saja dengan space yang disesuaikan dengan banyaknya peserta pameran.

Lain-lain:
1.       EDC. Pastikan kita tahu charge yang dipungut bank jika customer memilih menggesek dengan EDC dibanding bayar cash. Biasanya untuk kartu debet/kredit dengan bank yang sama tidak ada charge apapun. Bahkan bisa jadi ada promo diskon yang akan diberikan ke si pemilik kartu/customer. Tapi jika lain bank, bisa jadi kena charge yang langsung dipotong dari harga. Jadi saat bank penyedia EDC membayar ke si penjual, akan ada potongan sesuai perjanjian. Pastikan juga berapa lama uang bisa dicairkan. Satu hari kerja, atau jika antar bank harus melalui kliring berapa lama.

2.       Jika bazaar di mall, biasanya mall memungut sekian persen—biasanya sampai 30%--dari harga. Masukkan besaran komisi untuk mall tadi ke komponen harga yang biasa kita berikan agar tidak mengurangi margin keuntungan. Juga, pastikan berapa lama mall akan memberikan hasil penjualan setelah dikurangi komisi untuk mall kepada kita.

3.       Siapkan uang recehan untuk kembalian.

4.       Tas. Sepertinya remeh, tapi bisa mempengaruhi persepsi pembeli terhadap brand kita. Untuk pameran sekelas Inacraft tentu tidak cocok jika kita hanya menyediakan tas plastic kresek. Paperbag yang cantik dengan nama brand kita serta kontak yang tertera selain memberikan persepsi lebih juga bisa sebagai ajang promosi ke pengunjung lainnya.
Sediakan juga tas tersebut sesuai dengan ukuran produk kita. Jika produk kita berukuran besar, sedang, dan kecil, maka tasnya pun harus ada ukuran sedang, besar, dan kecil.

5.       SPG. Penjual adalah ujung tombak untuk mencapai omset sesuai yang diharapkan. SPG yang tahu apalagi pengalaman bagaimana harus merayu calon pembeli dengan elegan serta menguasai product knowledge jauh lebih berharga daripada SPG yang hanya bisa menawarkan untuk mampir tapi saat pengunjung sudah memilih-milih barang dia malah pegang ponsel, alih-alih memberikan pencerahan tentang produk tersebut.

6.       Pastikan SPG atau teman yang jaga stand tahu berapa limit diskon yang bisa kita berikan untuk setiap produk, atau harga bundling untuk 2 produk, misal boneka dengan alat displaynya atau tas dengan pouch.

7.       Bawa pernak-pernik untuk bazaar:
a.       Kartu nama dan brosuràini wajib karena kita tentu tak hanya ingin menjual barang tapi juga dikenal dan diingat pengunjung
b.      Banner. Bisa standing banner atau X-banner, masing-masing ada kelebihan dan kekurangan. Boleh dipasang selagi tak mengurangi space untuk dagangan atau mengganggu mobilitas pengunjung.
c.       Stiker label atau post itàkadang kita lupa memberi harga atau butuh menempelkan informasi ke produk tertentu, bawalah dua alat bantu ini.
d.      Besi Sàsebagai cantolan ke partisi atau tempat lain untuk mencantolkan produk kita.
e.      Klipàuntuk menjepit taplak atau produk sebelum dicantolkan ke besi S.
f.        Benang, rantai plastic, rantai besi kecil, atau tali raffia
g.       Taplak atau kain penutup meja atau dinding partisi
h.      Kain panjang atau terpal untuk menutup stand
i.         Lakban
j.        Nota
k.       Gunting atau cutter
l.         Price labeler, dsb.

Demikian sedikit seluk beluk serba serbi bazaar dan pameran yang emak Ayaran bisa bagikan berdasarkan pengalaman. Semoga cukup membantu terutama bagi rekan-rekan crafter pemula yang ingin ‘naik kelas’ dengan mengikuti bazaar dan pameran. Silahkan tambahkan jika ada kekurangan. Terima kasih.

Tanah Baru, 14/04/2015 01:14


Jumat, 14 Februari 2014

IWPC2 dan Payung Finansial




Aku seketika tersenyum membaca ‘status’ mbak Irma di sebuah group. Beliau ini, duet dengan Bu Ietje S. Guntur adalah founder dari Woman Preneur Community. Di bawah ini aku copas-in isinya. Ijin share ya Suhu. :)

kenapa perempuan harus TAU DIRI alias harus tau potensi dirinya sendiri..?
kenapa perempuan jg harus mandiri dengan sumber income sendiri..? bukan utk sok belaguh belaguhaan

ssst niiih alasennya
1.suami kena PHK....ini mah skala kecil..cari kerja lg donk...buka usaha
2.Suami sakit luamaaaa...naaah hayo piyeee spy kel ga ikutan sakit semua
3.suami pulang kerumah Tuhan...ini skala takdir...bs bentar lagi bisa besok,lusa,bln depan taun depan ..terserah DIA kaaaan
4.Suami pulang kerumah orang lain....ini konyol tapi nyata kaaaan

Jaadiiiiiii...udah siap kalau salah 1 terjadi...weeeew...
jadi sekoci itu kudu siap sebelum kejadian....gimana pulaak sekoci bs mengamankan kapal induk..kalau sekoci masih ruksaak ga siap pakai....

met makan siaaaaaang

Pikirku, wah, pas banget sama topik yang barusan kubahas sama seorang sahabat. Terpisah jarak Depok-Tuban,  teman STM Perkapalanku dulu yang sekarang berbisnis kayu dan berencana membuka rumah makan ini terakhir berkomentar, “Kamu gaji suami sudah besar, kenapa harus kerja keras?”

Aku jawab, “Justru karena gaji suamiku besar  (catatan; besar di sini tentu relative sekali ya. Tergantung kesyukuran kita, tergantung standart hidup yang kita terapkan J ),itulah aku harus bekerja lebih keras. Kalau terjadi sesuatu pada suamiku, bagaimana aku bisa menghidupi anak-anakku dengan standar minimal sama dengan sebelumnya? Kalau bisa, justru penghasilanku harus lebih besar darinya. Bukan untuk gagah-gagahan, tapi sebagai payung financial demi masa depan anak yang tentu berbiaya lebih mahal.”

“Tapi kamu itu lho, kok seperti gak nduwe kesel.”
Aku tersenyum, meski dia pasti tak bisa melihatnya. Hubungan kami lakukan melalui telpon. Kupasang speaker karena saat dia menelpon aku sedang membuat donat, cemilan favorit anak-anakku. Dua hari sebelumnya, dia menelpon saat aku in rush cari bahan di Tanah Abang setelah sebelumnya menyusuri pertokoan penjual aksesoris tas di depan Tanah Abang, belakang AURI, juga hunting celana jins seken kondisi 90% di Pasar Senen. Yap, bener-bener tawaf pasar namanya. Hahaha.

Tentang capek, setiap orang pasti merasakan. Meski ambang batas daya tahannya pasti beda-beda. Tergantung kondisi fisik dan mental. Dua faktor itu, adalah sesuatu yang sebenarnya bisa dimanipulasi dan jelas saling memengaruhi. Lalu apa hubungannya itu semua dengan IWPC?

Well, let me bocorin sedikit tentang embrio komunitas bisnis yang tinggal menunggu waktu menjadi gurita yang tentakelnya kemana-mana itu ya. Amiinnn.  Seperti yang kusinggung di atas, adalah dua ibu suri yang hobi mem-bully kami, anak-anak culun ini. Keluguan kami soal bisnis kelunturan brain-wash dari beliau berdua, juga pemateri-pemateri  yang ciamik punya di sesi pertama Januari lalu. February ini, diharapkan hasil kelunturan itu benar-benar mengubah ‘warna’ business plan yang kami punya dengan presentasi di La Codefin Kemang. Keren kan? Nggak cuma itu, akan ada juga bazaar bulan February dan Maret mendatang. Itu sebelum menuju final di bulan April. 

Lho, kok final? Kayak FIFA World Cup aja. Ya iyalah. Secara ini adalah kompetisi gitu lho. Yang kedua kalinya diadakan. IWPC yang pertama diadakan tahun lalu dengan dua orang sahabat crafterku keluar sebagai juaranya. Yeach!!! :D

Tapi jangan salah, meski judulnya kompetisi, kami seolah belajar bersama di group. Dan ssttt… meski awalnya kupikir pesertanya business beginner semua sepertiku, ternyata ada juga yang beberapa sudah settle di bidangnya, beromzet buanyak, dan sering jalan-jalan untuk pameran di luar negri. Nah, yang ini kujuluki beliau Ms. No-Excuses. Hehehe.
Lalu kenapa harus IWPC (Inspiring Woman Preneur Competition)?

Baiklah, aku akan membuat pengakuan. Jadi ceritanya aku dulu pernah depresi begitu ikut pindah suami ke Jakarta. Resign dari pekerjaan sebagai piping designer  kapal (kadang nggambar hull construction atau machinery outfitting juga nding), aku yang aslinya pencilakan jelas aja kalang kabut diam di rumah saja hingga menemukan jalan keluar di komunitas penulisan. Sempat eksis beberapa saat di passionku sejak bisa bisa baca itu, aku mengalami stuck saat bayi keduaku lahir. Untungnya, hobiku membaca menuntunku ke passion kedua, kerajinan tangan.

Awalnya yang kubuat dan kujual adalah aksesoris dan mainan berbahan dasar kain flannel. Itu juga yang mendorongku melahirkan buku kerajinan tanganku yang pertama, Creative Mom for Smart Kids terbitan Gramedia sebelum disusul adiknya selang 3 bulan kemudian berjudul Daur Ulang Barang Bekas terbitan Demedia Pustaka. Menjual diri, teteup… :P. Tapi harus kuakui, meski cinta nge-craft, pada satu titik aku merasa sayang waktu. Menulis, dengan rentang waktu sama dengan nge-craft nilai jualnya bisa jauh lebih banyak. Meski kepuasan batinnya seimbang. Tak terbandingkan. Galau, nggak fokus, aku akhirnya memberanikan diri beresolusi tengah tahun, Agustus 2013 kutetapkan sebagai kebangkitan usaha craftku. Meluaskan bahan dasar, melebarkan segmen yang kutuju dan diversiasi produk, brand yang kupakai kemudian adalah Ayaran. Singkatan dari nama ketiga anakku, Ais, Yasmin, Ranu.

Tapi berjalan sekian bulan, kenapa kok masih begitu-begitu saja? Apa yang salah? Kesempatan mencari tahu kesalahanku itu terbuka ketika ada info IWPC 2 ini. Alhamdulillah. Sebelumnya, aku pernah mengikuti pelatihan, yang diselenggarakan oleh majalah wanita papan atas di hotel bintang lima. Hasilnya, jauuuh beda dengan pelatihan ‘sederhana’ di Kalbis Pulomas dengan ibu suri yang suka mem-bully dan classmate yang bikin hepi. Hihihi.

Sebenarnya ada banyak materi menarik yang ingin kubagi. Apalagi tentang 4P yang mengingatkan pada dosen  marketingku di bangku kuliah dulu yang benar-benar menyampaikan ilmunya dengan cinta hingga tetap berasa meski sudah belasan tahun lamanya. Tentang nasihat bu Jackie Ambadar pemilik Le Monde, bahwa tak seharusnya bisnis mengalahkan hubungan antar manusia, tentang menetapkan harga yang ternyata banyak sekali komponennya oleh dokter Julliana, tentang berani bermimpi hingga Law Attraction terjadi oleh pak pemilik Gado-gado Boplo, tentang strive to excellent oleh Bu Ellise, dan masih banyak lagi.

Kapan-kapan aja ya. Aku harus mendengarkan body sekarang ini. Yang minta bermimpi, sebenar-benarnya mimpi. Apalagi jika mimpinya menjadi juara IWPC 2. Tapi kalau untuk yang satu itu, aku memilih berdoa dan berusaha saja. Pasti lebih dari sedap sekali. Amiiinnn. :)

Tanah Baru, 13/02/2014 00,57