Aku
seketika tersenyum membaca ‘status’ mbak Irma di sebuah group. Beliau ini, duet
dengan Bu Ietje S. Guntur adalah founder dari Woman Preneur Community. Di bawah ini aku copas-in isinya. Ijin share ya Suhu. :)
kenapa perempuan harus TAU DIRI alias
harus tau potensi dirinya sendiri..?
kenapa perempuan jg harus mandiri dengan sumber income sendiri..? bukan utk sok belaguh belaguhaan
ssst niiih alasennya
1.suami kena PHK....ini mah skala kecil..cari kerja lg donk...buka usaha
2.Suami sakit luamaaaa...naaah hayo piyeee spy kel ga ikutan sakit semua
3.suami pulang kerumah Tuhan...ini skala takdir...bs bentar lagi bisa besok,lusa,bln depan taun depan ..terserah DIA kaaaan
4.Suami pulang kerumah orang lain....ini konyol tapi nyata kaaaan
Jaadiiiiiii...udah siap kalau salah 1 terjadi...weeeew...
jadi sekoci itu kudu siap sebelum kejadian....gimana pulaak sekoci bs mengamankan kapal induk..kalau sekoci masih ruksaak ga siap pakai....
met makan siaaaaaang
kenapa perempuan jg harus mandiri dengan sumber income sendiri..? bukan utk sok belaguh belaguhaan
ssst niiih alasennya
1.suami kena PHK....ini mah skala kecil..cari kerja lg donk...buka usaha
2.Suami sakit luamaaaa...naaah hayo piyeee spy kel ga ikutan sakit semua
3.suami pulang kerumah Tuhan...ini skala takdir...bs bentar lagi bisa besok,lusa,bln depan taun depan ..terserah DIA kaaaan
4.Suami pulang kerumah orang lain....ini konyol tapi nyata kaaaan
Jaadiiiiiii...udah siap kalau salah 1 terjadi...weeeew...
jadi sekoci itu kudu siap sebelum kejadian....gimana pulaak sekoci bs mengamankan kapal induk..kalau sekoci masih ruksaak ga siap pakai....
met makan siaaaaaang
Pikirku,
wah, pas banget sama topik yang barusan kubahas sama seorang sahabat. Terpisah
jarak Depok-Tuban, teman STM
Perkapalanku dulu yang sekarang berbisnis kayu dan berencana membuka rumah
makan ini terakhir berkomentar, “Kamu gaji suami sudah besar, kenapa harus
kerja keras?”
Aku
jawab, “Justru karena gaji suamiku besar (catatan; besar di sini tentu relative sekali
ya. Tergantung kesyukuran kita, tergantung standart hidup yang kita terapkan J ),itulah aku harus bekerja lebih keras.
Kalau terjadi sesuatu pada suamiku, bagaimana aku bisa menghidupi anak-anakku
dengan standar minimal sama dengan sebelumnya? Kalau bisa, justru penghasilanku
harus lebih besar darinya. Bukan untuk gagah-gagahan, tapi sebagai payung
financial demi masa depan anak yang tentu berbiaya lebih mahal.”
“Tapi
kamu itu lho, kok seperti gak nduwe kesel.”
Aku
tersenyum, meski dia pasti tak bisa melihatnya. Hubungan kami lakukan melalui
telpon. Kupasang speaker karena saat
dia menelpon aku sedang membuat donat, cemilan favorit anak-anakku. Dua hari
sebelumnya, dia menelpon saat aku in rush
cari bahan di Tanah Abang setelah sebelumnya menyusuri pertokoan penjual
aksesoris tas di depan Tanah Abang, belakang AURI, juga hunting celana jins seken kondisi 90% di Pasar Senen. Yap,
bener-bener tawaf pasar namanya. Hahaha.
Tentang
capek, setiap orang pasti merasakan. Meski ambang batas daya tahannya pasti
beda-beda. Tergantung kondisi fisik dan mental. Dua faktor itu, adalah sesuatu
yang sebenarnya bisa dimanipulasi dan jelas saling memengaruhi. Lalu apa
hubungannya itu semua dengan IWPC?
Well, let me bocorin sedikit tentang embrio komunitas
bisnis yang tinggal menunggu waktu menjadi gurita yang tentakelnya kemana-mana
itu ya. Amiinnn. Seperti yang kusinggung
di atas, adalah dua ibu suri yang hobi mem-bully
kami, anak-anak culun ini. Keluguan kami soal bisnis kelunturan brain-wash dari beliau berdua, juga
pemateri-pemateri yang ciamik punya di
sesi pertama Januari lalu. February ini, diharapkan hasil kelunturan itu
benar-benar mengubah ‘warna’ business plan yang kami punya dengan presentasi di
La Codefin Kemang. Keren kan? Nggak cuma itu, akan ada juga bazaar bulan
February dan Maret mendatang. Itu sebelum menuju final di bulan April.
Lho,
kok final? Kayak FIFA World Cup aja. Ya iyalah. Secara ini adalah kompetisi gitu
lho. Yang kedua kalinya diadakan. IWPC yang pertama diadakan tahun lalu dengan
dua orang sahabat crafterku keluar
sebagai juaranya. Yeach!!! :D
Tapi
jangan salah, meski judulnya kompetisi, kami seolah belajar bersama di group.
Dan ssttt… meski awalnya kupikir pesertanya business
beginner semua sepertiku, ternyata ada juga yang beberapa sudah settle di bidangnya, beromzet buanyak,
dan sering jalan-jalan untuk pameran di luar negri. Nah, yang ini kujuluki
beliau Ms. No-Excuses. Hehehe.
Lalu
kenapa harus IWPC (Inspiring Woman
Preneur Competition)?
Baiklah,
aku akan membuat pengakuan. Jadi ceritanya aku dulu pernah depresi begitu ikut
pindah suami ke Jakarta. Resign dari
pekerjaan sebagai piping designer kapal (kadang nggambar hull construction atau machinery
outfitting juga nding), aku yang
aslinya pencilakan jelas aja kalang kabut diam di rumah saja hingga menemukan
jalan keluar di komunitas penulisan. Sempat eksis beberapa saat di passionku
sejak bisa bisa baca itu, aku mengalami stuck
saat bayi keduaku lahir. Untungnya, hobiku membaca menuntunku ke passion kedua, kerajinan tangan.
Awalnya
yang kubuat dan kujual adalah aksesoris dan mainan berbahan dasar kain flannel.
Itu juga yang mendorongku melahirkan buku kerajinan tanganku yang pertama, Creative Mom for Smart Kids terbitan
Gramedia sebelum disusul adiknya selang 3 bulan kemudian berjudul Daur Ulang Barang Bekas terbitan Demedia
Pustaka. Menjual diri, teteup… :P. Tapi harus kuakui, meski cinta nge-craft, pada satu titik aku merasa sayang
waktu. Menulis, dengan rentang waktu sama dengan nge-craft nilai jualnya bisa jauh lebih banyak. Meski kepuasan batinnya
seimbang. Tak terbandingkan. Galau, nggak fokus, aku akhirnya memberanikan diri
beresolusi tengah tahun, Agustus 2013 kutetapkan sebagai kebangkitan usaha craftku. Meluaskan bahan dasar,
melebarkan segmen yang kutuju dan diversiasi produk, brand yang kupakai
kemudian adalah Ayaran. Singkatan dari nama ketiga anakku, Ais, Yasmin, Ranu.
Tapi
berjalan sekian bulan, kenapa kok masih begitu-begitu saja? Apa yang salah?
Kesempatan mencari tahu kesalahanku itu terbuka ketika ada info IWPC 2 ini.
Alhamdulillah. Sebelumnya, aku pernah mengikuti pelatihan, yang diselenggarakan
oleh majalah wanita papan atas di hotel bintang lima. Hasilnya, jauuuh beda
dengan pelatihan ‘sederhana’ di Kalbis Pulomas dengan ibu suri yang suka mem-bully dan classmate yang bikin hepi. Hihihi.
Sebenarnya
ada banyak materi menarik yang ingin kubagi. Apalagi tentang 4P yang
mengingatkan pada dosen marketingku di
bangku kuliah dulu yang benar-benar menyampaikan ilmunya dengan cinta hingga tetap
berasa meski sudah belasan tahun lamanya. Tentang nasihat bu Jackie Ambadar pemilik
Le Monde, bahwa tak seharusnya bisnis mengalahkan hubungan antar manusia,
tentang menetapkan harga yang ternyata banyak sekali komponennya oleh dokter
Julliana, tentang berani bermimpi hingga Law
Attraction terjadi oleh pak pemilik Gado-gado Boplo, tentang strive to excellent oleh Bu Ellise, dan
masih banyak lagi.
Kapan-kapan
aja ya. Aku harus mendengarkan body sekarang ini. Yang minta bermimpi,
sebenar-benarnya mimpi. Apalagi jika mimpinya menjadi juara IWPC 2. Tapi kalau
untuk yang satu itu, aku memilih berdoa dan berusaha saja. Pasti lebih dari
sedap sekali. Amiiinnn. :)
Tanah
Baru, 13/02/2014 00,57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar