Sebenarnya,
selain Hesti, ada beberapa nama yang sangat ingin kutemui sosoknya di Temu
Kangen Arek Cewek STM Perkapalan Sda Sabtu lalu itu. Bukan karena mereka
sedemikian dekat hingga bisa dikatakan sahabat, tapi karena beberapa sisi
kehidupan mereka sempat bersinggungan denganku. Ibarat dua lingkaran ada area arsiran yang tercipta
antara kami berdua.
Yang pertama
ingin kupeluk sosoknya adalah Ester. Seperti halnya Hesti, aku begitu berharap
bertemu sampai tak berani membayangkan. Takut kecewa. Meski memang kemudian aku
harus kecewa. Dia yang sempat konfirmasi datang ternyata tak muncul sampai
detik terakhir. Hanya memalui telpon dia ada, lewat Yani yang bicara dengannya.
Mengapa aku
begitu ingin bertemu dengannya? Arsiran lingkaran kami itu bernama kesamaan
sifat tomboy. Di angkatan kami dulu, STMN Perkapalan angkatan kedua, ada 3
orang yang langsung kelihatan ‘nglanangi’. Itu adalah aku, Siwi, dan Ester. Itu
karena pilihan potongan rambut kami yang cepak habis. Menjelang kenaikan kelas
3, aku dan Siwi ‘insaf’, lalu mengenakan jilbab. Insaf yang kumaksudkan di sini
adalah hanya soal tongkrongan luar yang nglanangi.
Attitudenya, masih teteup… susah kalau harus lembut kemayu medhoki seperti Ita atau Hesti. Sedangkan Ester, masih tetap setia
dengan rambut cepaknya hingga lulus. Meski disbanding aku dia yang manis jelas
langsung ketahuan ceweknya, tak seperti aku yang gendernya sempat menipu
beberapa orang yang baru bertemu.
Melihat foto
Ester di akun fesbuk teman sekelasnya saat reunion kelas beberapa saat lalu,
tiba-tiba membuncah rindu. Ciee… aku ingin tahu bagaimana kabarnya sekarang
karena dia termasuk beberapa orang yang tak masuk kerja di PT Pal Ind. Setahuku
dia pulang ke kampong halamannya di Tuban, dan berkeluarga.
Berencana menghubunginya,
ternyata beberapa hari lalu dia yang menghubungiku lebih dulu. SMS dan telpon
kami, kemudian lancar jaya. Sayang sekali, dia memilih tak mempunyai akun
fesbuk, tak menginstall whatsapp di gadgetnya, atau media social lainnya. Pilihan
sikap yang bolehlah diapresiasi meski itu berarti aku tak bisa lebih mudah
melihat update kondisi terkini. Yang kusuka dari Ester, anaknya apa adanya. Seperti
halnya Hesti atau Yessy, tak ingin jaim di depan orang lain. Obrolan kami
berlanjut bahkan sampai soal tunggangan alias mobil. Dasar nglanangi. Thanks for your
support, dear… :)
Selain Ester
yang jadi juragan kayu, teman lain yang ingin kutemui adalah Ery. Jika Ester
termasuk anak yang ‘malu bertanya sesat di jalan’ hingga memilih masuk joiner
alias interior kapal, maka Ery sebengkel dengan Ester, jurusan boat atau kapal
non baja utamanya kayu. Cewek asli Krembung Mojokerto ini bersinggungannya
denganku selama beberapa bulan kami seranjang. Ciee… meninggalkan Ita yang
masih setia sama rumah dan keluarga Pak Munandar, aku mencari partner kosan baru
di daerah Pucang, di rumah Bu Kaji—panggilan slank untuk orang yang sudah haji.
Setiap jurusan
selalu memiliki stereotipnya sendiri. Las, jelas urakan. Mesin, kadar ndableg
dan urakannya satu level di bawah arek las meski di angkatanku sama-sama tak
ada murid ceweknya. Ship atau konstruksi kapal baja agak tinggi hati. Listrik, jaim.
Boat, menarik diri, dan joiner, yaa gitu deh… nggak pede maksudnya. Harus jujur,
mereka sepertinya merasa hanya menjadi tukang kayu. Padahal aslinya seorang
interior desainer kapal pun sama berharganya dengan perancang kapal di bidang
lainnya. Hanya saja, tahapan awal mereka memang harus belajar perkayuan
termasuk jenis-jenis joint dan sebagainya. Itu yang mereka tak siap mental kemudian
merasa kurang berharga. Atau menurut pengakuan seorang teman yang entah dia
jurusan joiner atau boat, perasaan itu karena mereka merasa golongan madesu,
masa depan suram (eh sukses). Halooww… posisi menentukan prestasi, Bro. Bukan
jurusan.
Tentang jurusanku
sendiri.. Gambar Rancang Bangun Kapal atau lebih dikenal sebagai Desain, ehm
(!, ada yang nyumbat di tenggorokan nih ;p) stereotipnya adalah nafsi-nafsi
alias rada individualis yang biasanya merupakan efek dari kecerdasan. Masak sih?
Iya. Buktinya, kelasku terkenal sebagai kelas yang bersih contek-mencontek. Yaah…
setidaknya tak semua lah. Ada 2 orang yang langganan mencontek saat ulangan di
kelasku. Beberapa lainnya melihat kebutuhan, termasuk aku salah satunya. Tapi sejak
ketahuan pak wakepsek, aku tobat mencontek tujuh turunan. Maka sangat
nelangsalah seorang siswa mesin yang dapat jatah kursi di kelas kami saat USB,
Ulangan Sumatif Bersama. Kelas kami nggak sekompak kelasnya, katanya. Tobat dia
sama kami yang nunduuukkk aja saat ulangan, sibuk dengan jawabannya
sendiri-sendiri.
Oke, back to
topic Ery, aku tak ingat apakah dia kemudian meninggalkanku untuk bersama Emma,
atau terus pulang dan nglajo—pp-- rumah sekolah yang lumayan jauh. Yang jelas,
seseorang yang menemaniku kemudian adalah dia yang ada dalam daftar yang ingin
kujumpa untuk urutan 3.
Trio Nitta
namaya. Asli sama dengan Ester, Tuban. Kalau pulang dari mudik, dia suka membawa
kecap Tawon, tuak, dan sesekali apa itu namanya, buah yang mirip kolang kaling
tapi lebih besar. Banyak dijual di sepanjang jalan masuk kota Tuban. Aku sering
mampir dan membelinya dalam perjalanan mudik dari-ke Pati-Surabaya.
Aku tak
ingat berapa lama kami bersama, hidup seranjang, berbagi meja rias yang jadi
meja belajar, ngrasani ibu Kos dan berbagi hati kepada Mbah, yang masih saudara
ibu kos yang membantu-bantu di rumah itu, minta dipijiti beliau sembari nonton
tivi, atau gantian giliran nyuci.
Jika sebelumnya
aku ditinggal pergi Ery, gantian Nitta yang kemudian tak setia, meninggalkanku
dalam kesendirian kamar. Hiks! Tapi asline seneng juga sih bisa menguasai
ranjang sendirian. Hahaha.. juga bebas gila-gilaan sendiri, termasuk galau
mencari jati diri lewat asap rokok, patah hati diabaikan kakak kelas yang
kutaksir berat, sampai kemudian mendapat hidayahNya, tobat dan berjilbab.
Nitta,
kutahu kemudian tinggal di Malang, sama suami tercinta dan keluarganya. Sayang,
reunion kemarin doi nggak datang. Tapi tak apalah, semoga di pertemuan
berikutnya, mereka, aku juga, bisa dipertemukanNya.
Sebenarnya masih
ada beberapa nama yang ingin kutulis. Tapi karena tugas sebagai ibu sudah
memanggil-manggilku, maka cukup sekian dulu. Takut bosan juga bacanya kalau
kepanjangan cerita.
Teman lama,
sosok dan bagaimana interaksi dengannya, sampai kapanpun akan tetap menjadi
cerita, kenangan terindah yang tak akan pernah terlupa. Mereka turut mewarnai
kita, membentuk kita menjadi sekarang ini. Semoga semua diberi kemudahan
olehNya dalam menjalani kehidupan ini. Semoga semua bahagia, dalam apapun dan
bagaimanapun skenarioNya. Amiin…
Love you all
gals, muach! :)
Tanah Baru, 17
May 2013 05.19
buah siwalan mak namanya :D
BalasHapusIya mbak nyonyahm. Siwalan. Baru ingat aku. Thanks ya. Dimakan siang2 segerrr... Apalagi yg nggak terlalu tua. Suka juga ya? :-)
HapusIya mbak nyonyahm. Siwalan. Baru ingat aku. Thanks ya. Dimakan siang2 segerrr... Apalagi yg nggak terlalu tua. Suka juga ya? :-)
Hapusbenar mak, sahabat akan selalu memiliki tempat dihati kita ya...entah dulu atau sekarang :)
BalasHapusKarena kita bukan pertapa? Hehehe
BalasHapusDi era digital ini bahkan kita terutama aku bisa nambah sahabat dr dumay ya. Alhamdulillah.
Thanks for comment.