Translate

Rabu, 29 Mei 2013

Mereka Membutuhkan Kita



Dengan iming-iming memancing di danau, Ranu akhirnya mau turun dari pangkuanku dan keluar mobil. Ustadz yang sebelumnya menjemput kami di depan pertigaan jalan Maligi V kembali menaiki motor maticnya ke rumahnya. Sementara 3 santrinya yang menunggu di pos jaga sebuah perusahaan membantu kami membawa bingkisan sekedarnya lalu menunjukkan jalan.

 Jalan setapak yang jika kering katanya bisa dilalui mobil ini setelah diguyur hujan sepagian jelas tidak memungkinkan untuk diterjang MPV tanpa 4WD. Bahkan kami yang jalan kaki saja beberapa kali harus merelakan kaki terperosok ke lumpur dengan sandal tertinggal dan sulit dicabut. Anak-anak kami gendong, baru jika memungkinkan mereka jalan sendiri.

Sekitar 400m ‘menikmati’ becek jalan, akhirnya kami sampai di lokasi. Seeing is believing. Foto mengenaskan yang kami lihat sebelumnya di hadapan kini menjadi lebih menerbitkan iba. Jika kondisi itu berada di desa, mungkin bisa lebih kupahami. Tapi ini, bisa dibilang masih kota, di sekitar kawasan industri Karawang, dan tak sampai 3km dari areal kompleks pemakaman mewah San Diego Hill yang harganya untuk beberapa kalangan membuat tercengang.

 

 
Istri Ustadz Nana, seorang ibu tua yang ikut menumpang di rumah itu, dan beberapa santri menyambut kami. Ustadz bercerita bahwa dia baru pulang pagi itu setelah melayat ke rumah salah seorang santriwatinya yang  kehilangan ibunya. Obrolan bersambung tentang bagaimana awalnya Ustadz mendirikan pondok pesantren yatim itu. Dulu, dia bergandengan tangan dengan salah satu ormas Islam melakukan pembentengan terhadap aksi pemurtadan. Lalu berkembang sampai akhirnya beliau yang awalnya diamanahi mengurusi sebuah pesantren memutuskan keluar lalu total di tempat yang sekarang. Bahkan karena merasa sudah cocok, santri yang semula mondok di sana ikut beliau di tempat yang baru berjalan sekitar setahun ini. 

Di pondok pesantren yatim dan duafa Batu Koneng—yang rencana ke depan akan dibentuk yayasan dan diberi nama—Ustadz Nana dibantu dengan seorang ustadzah memberi pengajaran kepada 10 santri tinggal dan 5 santri kalong (tidak tinggal). Dari 10 anak yang tinggal itu 6 adalah laki-laki dan 4 perempuan yang salah satunya ibunya baru saja meninggal. Beberapa anak itu diselamatkan dari ‘rumah’ mereka di pinggiran pantai yang kondisinya jauh lebih buruk dari keadaan kobong yang mereka tinggali sekarang.

 Anak-anak itu juga bersekolah di jenjang SMA, SMP, dan SD. Karena jarak ke sekolah yang lumayan jauh, tiap harinya Ustadz membutuhkan sekitar 25 ribu untuk ongkos transportasi mereka ke sekolah. Itu belum kebutuhan lainnya, terutama yang mendesak makan sehari-hari juga kobong/ tempat tinggal untuk santri perempuan.

Begitu kami datang, ada 4 bangunan yang menyambut kami. Yang pertama mushola kecil, lalu rumah semi permanen yang segera kami kenali sebagai rumah ustadz yang sekaligus menampung  salah satu santri. Bangunan ketiga, membentuk huruf L menghadap ke mushola yang sudah permanen, adalah tempat tinggal untuk santri perempuan dan laki-laki. Bangunan semi permanen dari kayu, bamboo, dan asbes ini berpintu dua dan hanya disekat kain di dalamnya  untuk memisahkan tempat tidur santri laki-laki dan perempuan. Dengan ukuran sekitar 6x3m, bangunan ini hanya berisi karpet lusuh, beberapa lemari pakaian, buku-buku, dan kasur tipis. Setumpuk selimut pemberian seseorang yang menginformasikan ponpes ini kepada kami terlipat rapi di atas boks. Ada sedikit tanah terbuka di samping mushola, yang rencana Ustadz hendak dimanfaatkan untuk tempat tinggal santri perempuan. Sudah ada beberapa balok kayu yang terkumpul, tapi jelas masih sangat kurang untuk mendirikan sebuah bangunan semi permanen sekalipun.

 

Satu bangunan lagi adalah kamar mandi, berada agak ke atas nyaris sejajar dengan rumah utama. Berada di atas lahan milik perhutani, sumber air bersih yang mereka dapatkan berasal dari danau yang berjarak sekitar 50 m dari rumah. Dengan bantuan pompa yang ternyata juga baru mereka dapatkan dari pemberian seorang dermawan, air danau kecil yang saat itu terlihat keruh dialirkan ke kamar mandi. Sedangkan untuk keperluan masak dan minum, mereka membeli air galonan. Ditotal, untuk kebutuhan sehari-hari meliputi BBM genset penerangan di malam hari—untuk listrik mereka bergantung pada genset-- transportasi, air gallon, beras,dan  lauk-pauk ponpes itu membutuhkan sekitar Rp. 3.800.000,-/bln. 

Tengah kami berbincang, Yasmin, anak kedua kami yang dua hari sebelumnya berulang tahun kelima menyeletuk,” Ini rumah ya?”

Kami kontan tertawa. Lucu, getir.

“Lho, emangnya kamu kira dari tadi ini apa?” tanyaku yang dijawabnya tersipu.

Istri ustadz menimpali, “Kaya kandang ya?”

Aku mengerti kebingungan Yasmin. Karena saat kami di desa buyutnya di Blitar, rumahnya bisa dibilang permanen dengan dengan batu bata. Berbeda dengan ponpes itu yang dari kayu dan bamboo serta berlantai tanah. Bagian dapur bahkan sampai becek karena atap yang bocor.


Menyedihkan, tapi  itu adalah kenyataan. Bahwa hanya berjarak sekian kilometer dari kemegahan yang disediakan bagi orang yang sudah meninggal, ada tempat yang tak  dikira sebagai rumah oleh anakku Yasmin, yang diitinggali sekitar 20 jiwa. 

“Semua ada porsinya,” kata suamiku malam itu ketika kami ngobrol dan aku membandingkan gaya hidup temanku yang berkecukupan dengan mereka yang bahkan masih pada taraf memenuhi kebutuhan pokok saja kesulitan.

“Ya, itulah kehidupan. Itulah mengapa Dia menciptakan ada yang di atas ada yang di bawah. Ada yang harus memberi ketika ada yang sangat butuh diberi.” Timpalku.

Jadi, bersediakah Anda, yang merasa berkecukupan untuk melakukan perniagaan yang untungnya selain dunia adalah akhirat? Caranya gampang, sisihkan saja sedikit rejeki Anda, donasikan melalui rekening BRI no 7664-01-000746-53-0 an. Darna NS. Kontak yang bisa dihubungi, ustadz Nana 0857 1916 6034.
Hidup adalah pilihan. Termasuk pilihan untuk hati terketuk dan berbuat sesedikit apapun yang kita mampu, atau abai dan menutup mata pada sesama yang sangat membutuhkan uluran tangan kita.

Tanah Baru, 28/05/’13 07.02

5 komentar:

  1. Gimana caranya ninggalin jejak bisr bisa dapat n mampir ke postingan ini lagi ya? Aku minat membantu insya Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukannya ada opsi subscribe by email mbak?
      Kalau mau bantu, silakan hubungi ustadz langsung di 085-719-166034.
      Makasih. :-)

      Hapus
  2. Balasan
    1. Iya mbak. Apalagi pas Yasmin menyeletuk gitu. Anak2 kan nggak bisa dimanipulasi isi hati dan kepalanya. Mrk makhluk jujur.

      Tertarik menuruti nurani utk berbagi dengan mereka? Silakan kontak ustadz langsung ya. Makasih...

      Hapus
  3. Insya Allah, mbak. thanks infonya ..

    BalasHapus