Translate

Tampilkan postingan dengan label #handmadebag. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #handmadebag. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Juni 2017

Behind the Scene of Pine Bag (CL25)


   

First, thanks to Bilqis yang sudah mengenalkanku pada mbak Bekti Galeri Beidi, dan memasukkanku ke group jualannya. Thanks to Fonza yang mengenalkan dan meminjamiku  buku2 craft Taiwan, terutama CL alias Cotton Life. Dan terutama suwun ke mbak Bekti dan mas Amrih atas kerjasamanya.

Untuk cerita lengkap persahabatanku dengan buku tutorial bag making ada disini.
Khusus kontribusiku di CL25, ceritanya berawal saat mbak Bekti selaku pemilik Galeri Beidi membuat woro2 di group tentang dibukanya kesempatan bagi crafter Indonesia untuk jadi kontributor di majalah Cotton Life edisi 25. Pengumuman dibuka tanggal 6 Februari 2017. Kontribusi foto via email ditunggu paling lambat tanggal 10 Maret.

Aduh, pengin mengadu nasib nih, pikirku.. Tapi kok ya proses editing buku Tas Handmade dari A ke Z mendekati duedate… Maka sempat pupuslah keinginan itu. 

Tapi, awal Maret, di tengah kramnya tangan kananku me-lay out buku THAZ—yes, buku ini selain isinya dari A ke Z soal tas handmade, proses pembuatannya pun dari A ke Z kupegang sendiri, hanya bagian pengurusan ISBN dan percetakan yang kuserahkan ke teman :p--kuputuskan untuk mengikuti hati kecil, menunjukkan bahwa crafter Indonesia pun tak kalah ketjenya dengan crafter dari luar.
Tanggal 9 habis maghrib, pilih2 stok model dan polapun kulakukan. Untuk pembuatan buku THAZ aku memang membuat lebih dari 23 desain dan pola, meski akhirnya hanya 15 yang kuputuskan pakai di buku indie publishingku itu. Kelar pilih model, aku lalu pilih2 bahan. Niatnya mau pakai kain tenun dari Pekalongan. Tenun hasil produksi seorang teman yang pewarnaannya dikerjakan sendiri selama 13 tahun try and error. Sayangnya, bahan minim. Maka beralihlah aku ke stok bahan yang masih aman, kanvas linen.

Desain oret-oretan di kertas aku terjemahkan 1:1 dalam bentuk pola di karton. Lanjut potong kain dari jiplak pola. Lalu kumpulin printilan ie; ristleting, ring, webbing dll, .. Cekrek cekrek cekrek, foto.

Waktu terus merambat, anak-anak dan suami pun yang tadinya menemani sudah beranjak ke kamar. Tinggal aku masih berasyik masyuk dengan bahan, hingga jam 2 dini hari. Yes, seorang crafter, penulis, atau siapapun yang bekerja dengan passionnya pasti tahu, bahwa ‘musuh utama’ adalah jam yang seakan ngajak berlari sementara ide di kepala masih melesak-lesak ke dada minta dieksekusi segera. Hehe. Meski masih excited berhasil memecah kebuntuan teknik baliknya, aku tinggal tidur aja si Pine. Waktunya memberi hak ke body. Btw, aku sempat ndedel lho, karena teknik tas Tweeny yg mau kupakai ternyata nggak bisa kuterapkan di Pine.

Pagi, rutinitas di Ayaran berjalan seperti biasa. Admin rekap2 jawab chat, si mbak ngelayani pembeli offline dll. Sementara emak Ayaran, kena detlen nyelesaiin tas  jam 10, kalau mau dapat cahaya yang pas untuk pemotretan. Yup, cahaya dengan intensitas cukup bagus untuk pemotretan luar ruangan memang harusnya tak lebih dari jam 10. Paling bagus jam  8 pagi. Meski itu tergantung cuaca juga sih.

Menjinjing 2 tas plus property, aku lari ke taman kompleks dan  sudut masjid. Cekrek cekrek . Balik rumah, letakkan tuh tas dulu, tinggal mandi dan siapin masakan buat hubby n kiddos. :p
Usai dhuhur, waktunya edit foto2. Dipoles pakai photoshop, ditata berdasarkan urutan waktu pakai indesign, disave siap kirim pakai PDF menjelang maghrib. Instruksionalnya, belummm..:P.
Eh, sudah jumpalitan pakai SKS (sistem kebut semalam), ternyata mbak Bekti baik hati ngasih tambahan waktu 4x24 jam. Pengin ngedit lagi, sebenarnya. Tapi sudahlah.. balik lagi kerjain buku THAZ dan berdoa semoga Pine Bag atau Hoblet (yap, aku ngirim dua tutorial model tas) masuk kriteria redaktur CL.


Lalu, sampailah saat pengumuman itu tiba. Ada 5 nama yang lolos dengan Pine Bag dan tas milik mbak Titi yang disertakan tutorialnya. 3 lagi kreasi dari crafter Indonesia, nggak pakai tutorial. Alhamdulillah… kok passs dengan kuterima dummy book THAZ hasil editing dan lay outanku sendiri plus pola 1:1. Tentang dummy book, ntar aku ceritain lain kali.

Usai pengumuman, kerjaku kemudian adalah memberi deskripsi di setiap foto tutorial. Pakai bahasa Inggris. Untungnya punya buku bag making terbitan USA yang pakai bahasa inggris,(Bags, Totes, & Purses by Moya’s Workshop) jadi nggak terlalu kagok. Bisa ngintip terms instruksional disana. Ya, membuat tutorial, memang harusnya memakai bahasa instruksional. Bukan bahasa narasi yang panjang. Berbeda sense nya.

Kemampuan mengoperasikan software photoshopku tertantang juga disini. Karena pas foto bahan, sejatinya Pine bag aku rencanakan memakai webbing. Jadi karakternya lebih casual. Ndilalah, di tengah jalan kok dia lebih pas pakai handle set sudah jadi, ya sudah, fotonya yang ngalah, diedit aja.
Langkah selanjutnya, pola. Karena harus ngirim ke Taiwan, dan akan dicetak plus dijual dalam bentuk ebook, nggak ada cara lain selain semua harus dalam bentuk file. Pola, kugambar ulang. Kali ini aku harus berakrab ria sama corel draw, kalau bisa milih, sebenarnya aku prefer autoCAD yang dulu pernah aku akrabi. Tapi setelah hampir 12,5 tahun resign, ilmu autoCAD udah raib semua dari kepala. Lebih mudah belajar Corel .

Soal teknis selesai, proses lanjut ke penandatanganan kerjasama. Peran mbak Bekti nih yang menjadi menghubung antara kami, crafter Indonesia dengan pihak redaksi/penerbit CL.
Saat kutulis ini, 2 Syawal 1438H, atau 26 Juni 2017, di group mbak Bekti sendiri sudah ada list 70-an yang PO. Belum yang koment di postinganku di Fesbuk. Alhamdulillah..

Akhir tulisan mengapakah aku merasa perlu menuliskan ini?

Pertama, karena aku ingin sharing proses si Pine hingga bisa satu binding di majalah CL dengan salah satu penulis buku Big Shinny yang cetar itu. Intinya, jangan ragu dan sungkan memanfaatkan kesempatan yang ditawarkan orang, jika itu untuk perbaikan dan kebaikan.

Kedua, hindari  kerja SKS. Efeknya bisa sampai gak sempat mandi dan makan ntar. hahaha. At least, it works for me. Tapi jika memang itu diperlukan (biasanya karena si mood tak kunjung datang) ya hajar saja. Mati-matianlah kau berkreasi dan kerja. No excuses.

Ketiga, penguasaan software computer akan mempermudah kerjamu, dibanding jika ketrampilan itu tak kau punyai.

Keempat, positif thinkinglah selalu ke orang, focus pada apa yang bisa kau lakukan, alih-alih iri dan memikirkan kelebihan yang dimiliki orang lain. àeh, ini ada hubungan teknisnya nggak sih ke point di atas? Wkwkwk.. tauklah.. pokok e pokussss… Wis..gitu aja. Thank you udah baca ya..


nDriyorejo, 26 Juni 2017, 2 Syawal 1438H

Buku, Tutorial, dan Media Sosial


Tahun 2008, ketika stagnan menulis novel, plus buku kehamilan duetku dengan seorang sahabat masih jalan di tempat, aku selingkuh dengan craft. Terutama jahit menjahit yang sebenarnya pernah kuakrabi masa SD dulu. Meski tomboy, aku juga memiliki boneka lho... Dua biji. Satu boneka anjing, dan satu boneka (semacam) Barbie sedang mandi. Si Barbie ini bahannya karet, tidak sekaku Barbie sekarang. Tapi posisinya kaku, duduk dengan tangan ke atas tengah keramas. Aku tak tahu bapak atau ibuku dapat darimana kedua boneka itu. Yang pasti, mereka tidak mampu untuk membelikan anaknya mainan. Dan yang jelas, si Barbie yang sedang keramas tentu saja tak mengenakan busana. 

Maka memanfaatkan gombal dan karet gelang, kubikinlah pakaian kemben buat dia pakai. Sedikit lebih canggih dari sekedar kemben, aku pernah mencoba membuatkannya baju. Hasilnya, yaaa.. gitu deh.. namanya juga anak SD yang iseng pegang apapun. Tahun 80-an awal gitu lho.. semua masih terasa menyenangkan tanpa teralihkan oleh tivi, gadget, dan teknologi.

Kembali mengakrabi jahit menjahit 2008, aku seperti ketemu mantan yang ngilang. Sueneng tak terkira. Buku craft pertama yang kubeli dan kupraktekkan adalah buku tentang bikin mainan dari flannel. Boneka jari, dsb. Tapi semuanya masih dua dimensi. Maka hingga dini hari aku sering berasyik masyuk mencoba membuat kreasi flanel bentuk hewan atau buah 3 dimensi, Waktu itu, koneksi internet, belum semurah sekarang. Medsos pun masih belum booming. Jadi untuk mendapatkan tutorial, masih agak-agak susah.



Move on dari flannel yang kurang menantang, plus aku sudah memiliki mesin jahit pertama, Janome LR1122, buku yang kumiliki selanjutnya Bag Boutique oleh Amy Barickman versi Indonesia. Sayangnya, penerjemahan buku oleh lini dari sebuah penerbit major ini kurang bagus. Editor dan penerjemahnya sepertinya tidak memahami dunia craft/jahit. Jadi pembaca pemula sepertiku pun kesulitan untuk memahami maksud dan istilah yang ada di buku itu. Tapi setidaknya, dari buku itulah aku mengenal istilah tas bentuk Hobo. Hehe.
foto pinjam dari https://www.facebook.com/Mutiara.Aleesha

Buku selanjutnya, kelas intermediate-advance, yang berhasil membuatku sebagai pemula kelabakan. Kali ini aku memutuskan beli buku asli bahasa penulisnya. Purses, Bags, & Totes oleh Moya’s workshop. Hampir bersamaan, tetanggaku membongkar koleksi bukunya. Buku2 terbitan Jepang jaman jadul yang diterjemahkan oleh Elexmedia sempat aku fotocopy –sudah gak terbit lagi bo’... Bentuknya imut, polanya sederhana, tapi cukup mudah dipahami sebagai dasar. Interaksi selanjutnya dengan tutorial bag making lebih banyak ngintip di web2yang share tutorial free, lalu kukembangkan sendiri. Pinterest bisa dikatakan salah satu lautan inspirasi bagai crafter macam aku.

foto pinjam dari http://mysew.blogspot.co.id/

Hingga, kemudian aku kenal yang namanya buku bag making Taiwan, dan majalah Cotton Life. Jika dulu aku hobi mengoleksi novel, buku pengembangan diri, dll, sekarang mengoleksinya buku2 craft. Hehe.. Beli pertama, PO di sebuah olshop 2,5 bulan bo’.. Selanjutnya malah kenal salah seorang supplier buku2 craft Taiwan yang super duper sabar dan ramah, mbak Bekti dan mas Amrih.
Biasanya, pola dari buku2 tersebut hampir tidak pernah aku jiplak langsung. Karena aku lebih suka mendesain dan membuat pola sendiri. Bisa lebih mudah aku pahami alurnya daripada harus memahami alur pikiran orang lain. 

Model2 nya biasanya aku ATM. Amati, tiru, modifikasi. Biar ada karakter kita masuk disana. Tapi, kadang, perubahan sedikit yang aku lakukan bisa berhasil, bisa juga kurang maksimal. Di tas Tweeny, misalnya (lihat buku Tas Handmade dari A ke Z). Seingatku aku ATM dari salah satu buku Taiwan itu. Ingin kubikin beda, lebih manis dengan renda dll. Tapi ternyata pemilihan bahan ring (poles dan tebal) dan penggunaan rivet justru membuatnya sedikit gahar. :p


Jadi begitulah, sekelumit perjalananku hingga berhasil menerbitkan buku tutorial tas sendiri plus penjelasan tentang alat, bahan, dsb dengan judul Tas Handmade dari A ke Z. Lalu menjadi salah satu contributor di majalah craft Taiwan, Cotton Life, edisi 25. Alhamdulillah.. J

Sabtu, 07 Januari 2017

Doctor Bag

Udah lamaaa bingit pengin bikin tas model ini. Jenis Doctor Bag yang pakai frame besi pipih. stalking di pinterest, tanya teman yang jual frame nya--Ayaran belum bisa produksi sendiri nih, untuk frame2 doctor bag-- dapatlah gambaran prinsip bikinnya. Kusesuaikan sama ukuran frame, 25 cm yang kupunya, dan teknik yang paling kusukai, jadilah si Tas Doctor ini. 
Sengaja kupilih bahan linen laminating dengan motif vintage yang elegan ini plus kulist sintetis doff. Inner, kusesuaikan dengan jiwa tasnya, kuberi suede. Dan karena nggak suka setrika2, lapisan aku pakai dakron pres aja. dijahit tindas. 
Saku model rits tempel. Aman buat  nyimpan dompet plus satu ruang di belakangnya.. Bag lock model tekuk, material warna brass alias poles.
Handle sling lebar 2,5 cm, handle carry lebar 2 cm. Ukuran tas p25xt22xl14 cm .

Cutting siang, tinggal nonton2 tivi dan melayani pembeli offline, Habis isya baru dipegang lagi. Stop kerjaan jam 2 dini hari. Terpaksa, meski rasa ingin menyelesaikannya. Body minta istirahat. Terusin jam 8, kelar pas adzan duhur.
Puassss banget bikin ini. karena sesuai sama yang kubayangkan. Dan jelas bakal masuk materi di buku yang akan kupublished sebentar lagi. InsyaAllah. Minta doanya ya.. semoga lancar. Resolusi yangsudah kutunda dari 4 tahun lalu, published buku craft lagi. :)



Kamis, 05 Januari 2017

Cara pakai walking foot

Cara pakai walking foot dengan besi untuk mensejajarkan jahitan.
Walking foot dipakai untuk menjahit tindas (quilting) bahan dengan batting (interlining) berupa dakron/silikon lembaran atau dakron pres agar bahan outer dan inner tidak mengkerut.
Proses quilting dengan batting biasa dilakukan saat membuat bed cover, praying mat, play mat, atau tas.



Rabu, 09 Maret 2016

Jenis-jenis Pelapis Tas bagian kedua

1.       Dakron/silikon lembaran
Dakron/silicon lembaran nyaris sama. Hanya tingkat kehalusan mereka yang membedakan. Dakron lembaran, jika dibelah tengahnya bisa terpisah serat-seratnya, tapi kalau silicon lembaran tidak bisa. Akan saling berkaitan serat-seratnya. Tekstur silicon juga lebih halus, tidak sekaku dakron lembaran. Tersedia dalam berbagaii ketebalan dalam ukuran oz, dan berbagai lebar dari 1,5 sampai dengan 2,4 m. Dakron/silicon lembaran ini biasa digunakan untuk batting (interlining antara outer dan inner) bed cover.
·         Cara menjahitnya dengan system sandwich. Gunakan sepatu khusus quilting (walking foot atau free style motion foot) agar kain tidak tertarik dan berkerut saat dijahit.
·         Sebagai batting dia cocok untuk tas-tas quilting yang harus dijahit tindas dan ada efek bervolume tapi tidak berat.
·         Harga berkisar antara 50 rb ke atas. Tergantung lebar, ketebalan, tingkat kehalusan, dan tokonya.



2.       Kain keras (t103)
T103 merupakan salah satu interlining yang tidak mudah didapat. Yang paling umum ada dua ketebalan 0.6 dan 0,8 dengan lebar 1,4 m. Warnanya raw white, di supplier dijual dalam gulungan sepanjang 60 yard. Seratnya seperti pulp. Sifatnya tidak mudah sobek. Penulis pernah merendam t103 ini dalam air dari jam 8 malam sampai jam 5 pagi dia tidak hancur atau melar.  Di industry sepatu dia biasa disebut kain keras (KS) yang memiliki dua varian. Ks perempuan dan laki-laki. Ks perempuan teksturnya lebih lembut daripada laki-laki.
·         Cara menjahitnya bisa langsung dengan kampuhnya, tanpa harus dilem dulu. Atau bisa juga dilem terlebih dulu dengan outer.
·         Sebagai interlining dia memberi kekuatan pada konstruksi tas tapi cukup fleksibel dan tidak kaku.
·         Harga di pasaran sekitar 22.000-25.000/m



3.       Stapleks
Staplek merupakan salah satu jenis dari kain keras yang ada di pasaran. Biasa dijual dalam roll berisi 60 yard atau 30 yard. Staplek ada yang memiliki lem di satu sisi, ada yang tidak memiliki lem. Di pasaran beredar beberapa merk, tapi untuk bag making sebaiknya gunakan staplek yang lemnya merata dan lebih lengket ke bahan. Hal ini mengingat staplek sebenarnya digunakan untuk memberi efek tegak pada krah atau kaku pada bagian depan baju yang berkancing, yang tidak membutuhkan luasan permukaan banyak. Untuk bag making yang membutuhkan luasan permukaan lebih ,banyak daripada penggunaan di apparel (baju) maka disyaratkan lem yang benar-benar kuat.
Memiliki lebar standart  90 cm, staplek terdiri dari beberapa ketebalan. M70, M33, M32, dan M10 merupakan urutan ketebalan dari yang paling tebal (kaku) sampai yang paling lemas. Yang paling sering digunakan untuk melapisi outer adalah M33 dan M32. Sedangkan M10 biasa untuk melapisi inner.
·         Cara menjahit staplek ini dengan disetrika terlebih dahulu ke bahan. Setrika panas, mulai dari bagian tengah geser ke tepi-tepi. Jalan sekali, angkat, jalan lagi. jangan menyetrika staplek dan outer/inner seperti menyetrika baju biasa untuk menghindari udara terjebak di dalamnya. Sisi buruk kain berhadapan dengan sisi berlem staplek. Rapikan (setrika) terlebih dahulu bahan sebelum digabungkan dengan staplek. Pola dibuat sudah termasuk kampuh.
·         Efek yang ditimbulkan oleh penambahan staplek pada outer/inner tergantung jenis staplek yang dipakai. Kanvas lokal dengan staplek M70 jelas akan lebih tegak disbanding linen dengan staplek m33.

·         Harga di pasaran berkisar 17.000/m. 


Jenis-jenis Pelapis Tas bagian ketiga


1.       Vislin
Vislin termasuk jenis fusible interlining. Terdapat berbagai macam ketebalan, dan biasa dimanfaatkan untuk melapisi kain (biasanya katun) sebelum dijadikan aplikasi. Ini untuk menjaga agar pinggir kain tidak terlalu berserabut saat dilem ke bahan sebelum dijahit tangan dengan tusuk feston atau dibordir. Untuk tas handmade, vislin biasa digunakan juga untuk memberi efek lebih rapi ke bagian saku tas. Tapi untuk lapisan inner, sebaiknya dihindari karena vislin cenderung mudah sobek apalagi saat dilakukan teknik balik/lahiran.
·         seperti halnya interlining lain, vislin juga disetrika dulu ke bahan.

2.       Pelon
Seperti halnya vislin, pelon juga merupakan salah satu jenis fusible interlining. Permukaannya bertekstur seperti gula. Ada yang halus, ada yang kasar. Pellon sendiri sebenarnya merupakan brand sebuah fusible interlining. Seperti halnya Velcro untuk menyebut pita berperekat. Pelon yang halus biasa digunakan sebagai lapisan blazer wanita. Sedangkan di tas handmade, pelon yang oleh awam biasa disebut juga kain kodokan, biasa digunakan sebagai pelapis inner.
Memiliki lebar standar 90 cm.
·         Cara jahit seperti halnya staplek, disetrika dulu ke bahan. Pola dibuat termasuk kampuhnya.
·         Di pasaran pelon dijual dalam kisaran harga 12.000/m



3.       Laken
Laken merupakan salah satu batting dalam pembuatan tas handmade yang agak susah didapatkan. Ada banyak jenisnya dari yang kasar (biasa dipakai sebagai lapisan jaket) sampai yang halus, sebagai lapisan meja hakim. Teksturnya seperti wol yang dipres. Daya melarnya sangat rendah. Cocok untuk alas bros kain, tapi kurang sesuai sebagai batting tas karena harganya relative mahal.
·         Laken dijahit termasuk kampuh polanya.
·         Memberi efek berisi dan agak berat kepada tas.
·         Harga berkisar 50.000/m.


4.       Flannel
Flannel merupakan salah satu kain yang seratnya mirip wol dipres. Sifatnya menghangatkan dan daya serap airnya kurang. Khusus untuk craft, flannel yang biasa dijual dalam lebar 1,2 dan 1,5 ini tersedia dalam banyak varian warna. Bahkan sekitar  7 tahun terakhir flannel untuk craft pun mulai diproduksi dalam berbagai motif dan warna. Selain itu, flannel pun bisa disablon/dicetak dengan gambar-gambar/karakter sesuai yang diinginkan. Teksturnya mudah melar, sehingga fleksibel untuk dijadikan berbagai macam kreasi. Saat digunting pun flannel tak berserabut seratnya (mbrudul) sehingga memudahkan penanganan. Harganya yang relative murah pun menjadikannya media yang cukup ramah bagi kantong crafter pemula. Flannel selain digunakan sebagai media utama kreasi craft (boneka flannel, tempat pensil, dll), biasanya juga dimanfaatkan sebagai bahan aplikasi di sajadah, baju anak, dll.
Kekurangan flannel ini terletak pada pemukaannya yang mudah berserabut jika dipakai lama. Maka dia sangat tidak dianjurkan untuk disikat saat pencucian.
·         Flannel dijahit ditambahi kampuh dari pola dasar. Bisa diquilting/jahit tindas atau tidak, tergantung selera.
·         Memberi efek bervolume, tapi cukup ringan. Cocok sebagai batting tas ransel untuk anak atau duffle bag.
·         Harga kisaran 15.000/m
 

5.       Karton
Karton terdapat beberapa ketebalan, digunakan sesuai dengan posisi dan modelnya. Misal karton yang tipis, biasa dimanfaatkan sebagai alat bantu untuk memberi efek rapi pada bukaan ritsleting, atau sambungan ritsleting (recessed zipper). Untuk yang tebal dimanfaatkan sebagai alas, atau lapisan clutch pesta dengan cara dilem ke bahan.
·         Dijual per lembar, banyak terdapat di toko-toko buku, kisaran harga dari 3.000/lembar dst.

6.       Kulit sintetis/spon
Selain sebagai bahan utama (outer) kulit sintetis (spon) pun biasa digunakan sebagai interlining. Biasanya dipilih yang tipis, dengan harga murah. Lebar standar, 1,4 m. Jenisnya mirip perlak (alas tidur) bayi yang tahan air.
·         Cara pakai dengan dilem terlebih dahulu ke bahan, menggunakan lem bening G600 atau bisa juga latex.
·         Cocok untuk bagian handle yang membutuhkan kekuatan, namun tak perlu tebal.
·         Dijual dengan kisaran harga 12.000/m tergantung jenisnya.






Senin, 28 September 2015

Tentang Centang (Keling dan Jamur)


Pasti sudah akrab dong dengan aksesoris tas yang ini? Yap, fungsi utama keling (rivet) adalah untuk menyambung dua bahan--bisa yang sama jenisnya ataupun beda—selain juga untuk menambah nilai estetika. Ada banyak sekali jenis rivet/keling ini. Juga sejarahnya. Namun yang akan kita bahas sekarang lebih spesifik ke keling yang biasa kita pakai sehari-hari di ranah tas handmade. Seperti halnya aksesoris lain seperti ring atau  kunci sodok, rivet juga ada yang berwarna poles/bakar, emas, atau nikel.

Sedangkan berdasarkan jenis cap (tutupnya), ada 3 yang biasa kita pakai. Jenis pertama yang tanpa cap. Jadi dia bolong. Cap kedua datar, biasa disebut keling. Dan cap yang ketiga cembung seperti jamur sehingga biasa disebut centang jamur.

Beberapa jenis cap itu dikombinasikan sehingga bisa menjadi centang jamur, centang keling, double keling, keling jamur. Penggunaannya, disesuaikan dengan posisi dan kombinasi. Misal, untuk sisi belakang berada di bagian dalam tas (tertutupi oleh inner), maka dia aman saja jika dipasangi yang tanpa cap (cap bolong). Tapi jika dia dirancang untuk kelihatan, sebaiknya pakai yang bagian belakangnya cap keling.  Cap jamur biasanya diletakkan di bagian depan untuk menambah nilai estetika tas. Sesuaikan saja dengan handlenya—jika handlenya beli yang sudah siap pakai dan menggunakan rivet.

Tentang ukuran, kode menunjukan panjang kaki dan diameternya. Misal kode 810, artinya panjang kaki si keling 8 mm dengan diameter cap 10 mm. Alat penggetok memiliki kode disesuaikan dengan rivetnya. Ukuran yang tertera di penggetok bisa digunakan untuk rivet yang lebih kecil. Tapi tidak bisa digunakan untuk yang lebih besar. Begitu pula dengan alas.


Just sharing, welcome banget kalau ada yang mau menambahkan.:)

Kamis, 02 Juli 2015

Doctor Bag Batik



Tas model ini dikenal sebagai Doctor Bag karena model bukaannya seperti tas dinas dokter. Bukaan itu ada yang langsung tanpa ritsleting, ada pula yang diberi ritsleting. yang membuat bukaan dia berbeda adalah frame/ behel yang dipasang di mulutnya, di bawah ritsleting.
Frame berbentuk setengah segi empat dengan vaariasi sudut 90 derajat atau lonjong ini terbuat dari alumunium khusus (kalau tidak salah). Kebanyakan masih import, makanya harganya masih lumayan mahal. Untuk yang ukuran 30 cm biasa dibandrol oleh online sellers Rp 55.000,-/pc.
Selain framenya yang mahal, model ini juga lebih cocok kalau pakai handle dari kulit. Entah itu yang sintetis ataupun kulit asli. Itu juga saah satu alasan kenapa tas model ini lumayan mahal juga harga jualnya. Tapi, sesuailah dengan modelnya yang sebenarnya sederhana--karena prinsip dasar pembuatannya adalah totebag--tapi tampak elegan.

Nah, doctor bag buatanku ini adalah yang pertama. Seorang sahabat mengirimkan batiknya buat kubikin tas.
"Modelnya terserah deh," katanya.
"Sip," batinku. Bisa buat eksperimen nih. Hehehe...
Maka, setelah berminggu-minggu, kusela mengerjakan pesanannya yang lain dari bahan kanvas dengan model tertentu--yang terpaksa berhenti tengah jalan dan harus kubikin ulang karena kesalahan desain dan penentuan bahan--kubikinlah model ini.

Puas, jelas. Meski tetap harus ada beberapa hal yang perlu perbaikan.
Tas ini memakai frame ukuran 30 dengan handle kulit sintetis. Ukuran jadi 38L x 25H x 11T cm.
Kantung hape dan kantung ritsleting di dalam.